Mewujudkan KSN Perkotaan / Metropolitan PEKANSIKAWAN
Gagap gempita pemerintah Provinsi Riau beserta seluruh stakeholder terkait yang terlibat dalam semaraknya International Workshop dipenghujung tahun 2016 lalu tentu masih terekam jelas di ingatan kita semua. Dengan mengusung judul “Integrated Development Plan PEKANSIKAWAN” atau yang lebih dikenal dengan integrasi rencana pembangunan PEKANSIKAWAN sungguh mengesankan kita semua.
Acara
tersebut tergolong acara yang cukup mewah dengan menghadirkan berbagai macam
narasumber yang berasal dari dalam dan luar negeri seperti narasumber yang
berasal dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian
Agraria dan Tata Ruang (ATR), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) melalui Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW), sementara
itu narasumber yang berasal dari luar negeri yaitu, dari UTM Malaysia dan
Negara Jepang.
Narasumber
dari Kementerian juga turut didaulat untuk meyampaikan peran dan tupoksinya
masing-masing dalam rangka memberikan dukungan serta pandangan pemerintah pusat
dengan adanya PEKANSIKAWAN nantinya. Sementara itu narasumber yang berasal dari
luar negeri menyampaikan pandangan-pandangan beliau yang diperoleh dari
kajian-kajian serupa yang ada di negara mereka masing-masing seperti di negara
Malaysia yang terkenal dengan Iskandar Development Region (IRDA) dengan
menggabungkan Kota Johor Bahru dan sebagian wilayah Pontian, Senai serta Pasir
Gudang. Begitu juga narasumber yang berasal dari Jepang yang cenderung
mengusung konsep penguatan disektor kemandirian ekonomi dimasing-masing desanya
dengan pendekatan one village one
product.
Acara
tersebut dihadiri oleh berbagai tamu undangan baik lokal mau pun internasional
dan dibuka langsung oleh Sekda Provinsi Riau yaitu Bapak Ahmad Hijazi. Tentu
semua pihak yang hadir akan dibuat bertanya-tanya apa yang di maksud dengan
PEKANSIKAWAN tersebut?, tidak jarang penyederhanaan penjelasan tersebut kerap
kali di klaim dengan istilah “Pekanbaru ingin dibuat seperti JABODETABEKPUNJUR”
Singkatan Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi dan Cianjur. lantas
bagaimana pula bentuk integrasi 3 (tiga) Kabupaten dan 1 (satu) kota tersebut
nantinya yang diberi nama PEKANSIKAWAN (Pekanbaru, Siak, Kampar dan
Pelalawan)?, serta apa saja dampak positif yang bisa dirasakan jika
PEKANSIKAWAN ini terwujud?, Paling tidak itu lah pertanyaan-pertanyaan
sederhana yang bersarang difikiran kita saat ini terkait PEKANSIKAWAN.
Dikalangan
para akademisi, praktisi ahli perencanaan wilayah dan kota yang ada di Provinsi
Riau barang tentu ini akan sangat menarik perhatian mereka. Pembahasan terkait
PEKANSIKAWAN acap kali menjadi buah bibir dimana-mana. Sembari bertanya akan
dibawa kemanakah Ibukota Provinsi Riau kedepannya yang saat ini memiliki jumlah
penduduk mencapai 1.011.467 (satu juta sebelas ribu empat ratus enam puluh
tujuh) Jiwa beserta 3 (tiga) Kabupaten tetangganya?. (Sumber: Pekanbaru dalam
angka, 2015)
Semua
berawal dari sini
Riak-riak terkait PEKANSIKAWAN memang sudah jauh-jauh hari
didengung-dengungkan pertama kali oleh Pemko Pekanbaru. Puncaknya pada tanggal
14 desember 2014 lalu yaitu dengan terwujudnya nota kesepakatan kerjasama
pembangunan dalam konteks regional antara empat daerah tersebut. Adapun
point-point yang disepakati dalam kerjasama pembangunan tersebut seperti: 1.
Peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, 2. Percepatan
pengembangan daerah perbatasan, 3. Pengelolaan potensi daerah dengan saling
menguntungkan demi kepentingan masyarakat. Lebih lanjut berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) No.
100/KERJ/XII/22/2014, disebutkan bahwa objek kerjasama yang disepakati oleh
setiap daerah di PEKANSIKAWAN tersebut meliputi: 1. Bidang sosial budaya, 2.
Bidang tata ruang dan lingkungan hidup, 3. Bidang sosial ekonomi, 4. Bidang
sarana dan prasarana.
Pada
dasarnya point-point kerjasama diatas begitu sangat wajar terjadi, mengingat
seiring dengan terus meningkatnya jumlah penduduk dan begitu pesatnya
perkembangan pembangunan di Kota Pekanbaru tentunya menyisahkan
persoalan-persoalan baru yang turut hadir sebagai dampaknya. Persoalan-persolan
tersebut terkadang ada yang didalam penyelesaiannya membutuhkan kerjasama
antara kota utama dengan daerah disekitarnya (lintas wilayah administrasi).
Perubahan
fungsi peruntukan lahan pada kawasan-kawasan disekitar periphery (pinggiran)
wilayah administrasi Kota Pekanbaru dengan desa-desa mau pun kelurahan milik
kabupaten tetangga yang dulunya hanya berupa kawasan pertanian (sektor agraris)
dan perkebunan perlahan-lahan bertransformasi menjadi perumahan dan permukiman
penduduk serta aktivitas perdagangan dan jasa ikutan lainnya turut bermunculan
sebagai bentuk adanya penjalaran sifat dan fungsi kota sampai ke kawasan luar
wilayah Kota Pekanbaru.
Tingginya
harga lahan diperkotaan tidak dapat dihindari sejauh ini, kota-kota besar di
Indonesia mengalami fenomena yang serupa. Sementara kemampuan daya beli warga
kota mau pun warga pendatang yang bekerja di Kota Pekanbaru tidak secara
menyeluruh dalam kondisi taraf ekonomi mempuni yang mampu membeli lahan-lahan
diperkotaan yang terbilang kian menggila saja. Hanya mereka-mereka yang
ber-uang saja yang bisa melakukannya. Tawaran Perumahan-perumahan dan murahnya
harga lahan dikawasan pinggiran menjadi opsi terbaik saat ini. Maka wajar saja
kawasan pinggiran-pinggiran kota kita berubah dengan pesatnya menjadi area
terbangun (build up area).
Sementara
itu berbagai fasilitas pendidikan, kesehatan tempat bekerja, bahkan tempat
hiburan penduduk pinggiran cenderung dilakukan ke Kota Pekanbaru.
fasilitas-fasilitas milik kabupaten domisili mereka sebenarnya juga ada, Namun
umumnya letaknya yang begitu jauh berada di pusat Ibu Kota Kabupaten
masing-masing. Maka faktor kedekatan jarak menuju pusat ibu kota provinsi
menjadi salah satu alasan mereka memilih lokasi tersebut. Dalam fenomena ini
dikenal dengan istilah kemampuan jangkauan pelayanan suatu pusat pelayanan
terhadap kawasan disekitarnya.
Menyadari
kota sejatinya merupakan pusatnya pelayanan jasa, pemerintahan, pelayanan sosial
dan memiliki kegiatan ekonomi yang
lengkap. Wajar saja setiap orang yang tinggal pada kawasan perkotaan mau pun
pinggiran kota mengingingkan kedekatan untuk mengakses ke pusat-pusat pelayanan
tersebut. tidak heran ketika pagi dan sore hari aktivitas hilir mudik warga
pinggiran kota yang berdomisili pada wilayah administrasi milik kabupaten
tetangga mulai memadati beberapa koridor-koridor jalan utama sebagai penghubung
menuju ke pusat kota seperti Jalan Kaharudin Nassution, Jalan Lintas Pasir
Putih, Jalan HR. Soebrantas menuju jalan lintas Pekanbaru – Bangkinang.
Dampaknya adalah terjadinya kemacetan berjamaah yang tidak dapat lagi dihindari
setiap harinya.
Disisi
lain masing-masing potensi milik kabupaten/kota tersebut sejauh ini tampak
belum benar-benar tereksplor secara maksimal. Salah satu penyebabnya adalah
belum adanya dukungan moda transportasi wisata khusus yang digagas pemerintah
kabupaten/kota dalam bentuk paket-paket perjalanan wisata yang dikemas dalam bentuk kerjasama antar daerah
dengan dukungan masing-masing pemerintah sehingga dirasa persoalan ini menjadi
salah satu kendala didalam menarik wisatawan lokal mau pun wisatawan luar
negeri menuju masing-masing destinasi wisata yang terdapat di empat
kabupaten/kota tersebut. Peran kolaborasi antar pemerintah Provinsi, Kabupaten
dan kota sangat diperlukan didalam menangani persoalan ini salah satunya adalah
disektor transportasi.
Sekilas
Jakarta dan kota kita seperti apa?
Membandingkan
antara Kota Jakarta dan Kota Pekanbaru mungkin terkesan terlalu dini. Dari segi
jumlah penduduk saja tentu sudah sangat jauh berbeda yaitu, hampir 10 kali
lipatnya dari jumlah penduduk Kota Pekanbaru. Namun indikasi gejala Kota
Pekanbaru menuju seperti Kota Jakarta perlahan-lahan mulai kita rasakan. apa
bedanya Jakarta dengan Kota-kota satelit dibelakangnya. Setiap pagi hari
penduduk-penduduk dibelakang ibu kota berbondong-bondong menuju pusat Ibu kota
dengan tujuan berbeda-beda. Ada yang
bepergian untuk bekerja, sekolah, kuliah dan lain sebagainya. sementara
itu disore harinya juga sama mereka berbondong-bondong untuk kembali ke
daerahnya masing-masing. Dalam konteks seperti ini peran pemerintah hadir
dengan mengusung berbagai macam konsep pengembangan kota dengan pendekatan
kerjasama antar wilayah dengan daerah-daerah disekitarnya dalam rangka
memberikan pelayanan semata-mata untuk kepentingan publik guna mendukung
aktivitas pergerakan orang tersebut melalui penyediaan sarana dan prasarana
transportasi masal misalnya.
Hadirnya
transmetro Pekanbaru yang membuka trayek menuju kebeberapa kawasan di daerah
tetangga, kita rasa sudah menunjukan adanya permintaan dan kebutuhan akan moda
transportasi umum untuk menunjang aktivitas pergerakan warga-warga di daerah
pinggiran tersebut untuk menuju kota mau pun sebaliknya. Sebut saja rute moda
transmetro yang menuju ke Pasir Putih, Perumahan Pandau Permai, dan beberapa
kawasan perbatasan Pekanbaru – Kampar
lainnya. Dan kedepan tidak menutup kemungkinan terbukanya trayek-trayek
transmetro Pekanbaru lainnya menuju Ke Kecamatan Minas Kab. Siak dan Ke
Kecamatan Bandar Sei Kijang Kab. Pelalawan lainnya.
KSN
perkotaan /Metropolitan PEKANSIKAWAN
Gayung bersambut sepertinya ungkapan yang tepat menggambarkan
kondisi saat ini. konsep PEKANSIKAWAN tampaknya benar-benar menarik perhatian
pucuk tertinggi pemerintah Provinsi
Riau. Benar saja, harapan yang begitu besar terhadap PEKANSIKAWAN bisa kita
rasakan atmosfirnya kala itu dalam acara International workshop “Integrated
Development Plan PEKANSIKAWAN” yang ditaja oleh Pemerintah Provinsi Riau saat
itu melalui Dinas terkait. Konsep
PEKANSIKAWAN dirasa memiliki peluang yang lebih besar lagi kedepannya untuk
ditingkatkan menjadi bagian dari kepentingan nasional sehingga peluang tersebut
bisa direalisasikan dengan menjadikan Pekanbaru, Siak, Kampar dan Pelalawan
sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) Kawasan Perkotaan / Metropolitan
PEKANSIKAWAN.
Namun
wewenang untuk mewujudkan hal tersebut tentu hanya bisa dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
Riau. Batasan ini pula lah yang dirasa membatasi wewenang Pemko Pekanbaru
selama ini. Oleh sebab itu, harus ada payung utama rencana tata ruang dan
aturan yang lebih tinggi lagi dalam membingkai konsep ini. paling tidak adalah
dengan memasukan PEKANSIKAWAN menjadi RTR KSN dan di ikat dengan Perpres,
dengan demikian secara tidak langsung mau tidak mau didalam proses revisi RTRWN
nantinya dikementerian terkait mengenai usulan Pemerintah Provinsi Riau
terhadap KSN Perkotaan/ Metropolitan PEKANSIKAWAN diharapkan akan bisa
Terakomodir.
Meskipun
selama ini kita tahu wewenang penetapan suatu KSN bersifat Top down Planning (perencanaan dari atas kebawah), yaitu melalui
Kementerian terkait yang menetapkan dan melakukan kajiannya. Namun Pemerintah
Provinsi Riau tampaknya akan melakukan pendekatan yang sedikit berbeda terkesan
bersifat Bottom up planning
(perencanaan dari bawah ke atas) dengan melakukan pengusulan sendiri ke
Pemerintah Pusat.
Apa itu
Kawasan Metropolitan dan KSN?..
Kawasan
Metropolitan itu sendiri didalam undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang didefenisikan sebagai kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah
kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan
kawasan perkotaan disekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang
dihubungkan dengan system jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan
jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta)
jiwa.
Melihat
kondisi eksisting hari ini Kota Pekanbaru secara tidak langsung sudah menjadi
kawasan perkotaan inti yang juga mengemban fungsi sebagai Ibu kota Provinsi
Riau. Dan kondisi ini merupakan salah satu kriteria didalam pengusulan KSN
Perkotaan/metropolitan PEKANSIKAWAN ke Pemerintah pusat nantinya. Selain itu
dari segi jumlah penduduk, penduduk Kota Pekanbaru saat ini sudah mencapai satu
juta jiwa. Dan data jumlah penduduk ini belum termasuk data jumlah penduduk
yang akan masuk dalam penetapan deleniasi kawasan metropolitan PEKANSIKAWAN
nantinya. Penetapan deleniasi batas fisik kawasan PEKANSIKAWAN tentunya
diperoleh dari hasil kajian pengembangan wilayah kawasan PEKANSIKAWAN dengan
menggunakan berbagai macam metode dan analisis yang biasanya digunakan oleh
para perencana wilayah dan kota (Planner) nantinya.
Ada hal
yang menarik dan mungkin akan menjadi tanda tanya oleh pembaca budiman. Dalam
uraian diatas saya sempat menyinggung adanya istilah Kawasan Strategis Nasional
(KSN). KSN itu sendiri jika mengacu kepada undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang maka KSN adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negara, pertahanan dan Keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan / atau
lingkungan termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
Oleh
karena itu KSN merupakan bagian dari produk Rencana tata ruang, yang
membedakannya dengan produk rencana tata ruang lainnya seperti RTRW adalah
tingkat kerincian secara substansi mau pun dari skala peta yang digunakan. Jika RTRWN, RTRWP, RTRW Kab/kota
hanya bersifat umum sedangkan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis cenderung
lebih rinci. Kerincian tersebut bisa dilihat dari isi substansi didalam rencana
tata ruang (RTR) tersebut. Selain itu penyusunan RTR KSN disusun berdasarkan
prioritas dasar serta kepentingan apa yang ada pada suatu kawasan tersebut. Hal
ini dijelaskan didalam pasal 14 ayat 3 UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang, sehingga perlu dibuatkan sebuah produk rencana tata ruang tersendiri
untuk mengemasnya yaitu berupa RTR KSN.
Dasarnya apakah
disusun karena menyangkut kepentingan nasional maka disusun lah Rencana Tata
Ruang Kawasan Strategis Nasional (RTR KSN), jika suatu kawasan dalam suatu
provinsi memiliki kawasan strategis yang sangat berpengaruh terhadap
kepentingan provinsi maka disusun lah Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Provinsi (RTR KSP), begitu juga jika sampai di level kabupaten, maka disebut
lah dengan namanya Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/kota (RTR
KSK) karena adanya kepentingan kawasan strategis kabupaten/kota pada daerah
tersebut.
Sama
halnya dengan produk rencana tata ruang wilayah yang selama ini kita kenal. Ada
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), ada Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi (RTRWP) dan ada juga Recana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Kota
(RTRWK) semua produk rencana tata ruang tersebut disusun berdasarkan hierarki
(jenjang) wilayahnya. Mana yang menjadi domain pemerintah pusat, provinsi dan
kabupaten/kota. Maka masing-masing produk perencanaan tata ruang tersebut agar
memiliki legalitas hukum dalam pelaksanaanya harus disahkan berdasarkan
hierarkinya pula. Jika RTRWN maka harus disahkan menjadi produk hukum berupa
Peraturan Pemerintah tentang RTRWN, jika dilevel provinsi maka produk RTRWP
tersebut akan menjadi produk hukum berupa Perda RTRWP yang sedang kita
tunggu-tunggu sampai hari ini nasibnya. Demikian juga sampai dilevel
kabupaten/kota, nantinya akan menjadi Perda RTRW Kabupaten/kota untuk daerahnya
sendiri.
Sekilas
jenis-jenis KSN yang ada di Provinsi Riau
Dari defenisi KSN yang saya uraikan diatas. Dapat kita uraikan
secara spesifik lagi, bahwa KSN itu sendiri terdiri dari berbagai jenis
tergantung dari aspek sudut kepentingannya. Seperti dari sudut kepentingan
Kedaulatan Negara yaitu berupa KSN Perbatasan Negara, untuk di Provinsi Riau sendiri
terdapat 4 (empat) Kabupaten/kota yang masuk kedalam KSN Perbatasan Negara
antara lain Kab. Rokan Hilir, Kota Dumai, Kab. Bengkalis dan Kab. Kep. Meranti
mengingat posisi empat kabupaten tersebut berbatasan dengan negara-negara
tetangga seperti Malaysia dan Singapura sehingga penanganan tata ruang-nya
perlu dilakukan secara tersendiri pula karena menyangkut batas kedaulatan
negara Republik Indonesia yang ada di Provinsi Riau dengan negara tetangga.
Ibarat rumah, kawasan perbatasan negara merupakan teras terdepan rumah kita
dengan si tetangga. Cantik atau tidaknya mencerminkan kepribadian dari si
pemiliknya. Selain itu kawasan perbatasan negara merupakan pintu terdepan dari
rumah kita, sehingga upaya pengamanan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan
yang akan mengancam kedaulatan NKRI sangat perlu diperhatikan sekali terutama
dari aspek penataan ruangnya.
Dari aspek
sudut kepentingan lingkungan di Provinsi Riau adanya KSN Hutan Lindung Bukit
Batabuh dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (HL BB dan TNBT) yang terdapat di
Kab. Kampar, Kab. Kuansing dan untuk TNBT terdapat di Kab. Indragiri Hilir dan
Kab. Indragiri Hulu serta yang terakhir adalah KSN Hutan Lindung MAHATO yang
terdapat di Kab. Rokan Hulu.
Paling
tidak saat ini keempat KSN tersebut masih dalam proses pembahasan dan koreksi
kembali terutama koreksian terhadap Materi Teknis (matek) KSN tersebut dan
Koreksian terhadap draft Raperpres-nya oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang
(ATR) dengan melibatkan Dinas PUPR serta Bappeda Provinsi Riau beserta
stakeholder terkait lainnya di Provinsi Riau melalui dana dekonsentrasi
Kementerian ATR, karena penyusunan keempat RTR KSN diatas digagas langsung
pemerintah pusat melalui kementerian terkait dalam hal ini adalah kewenangan
Kementerian ATR.
Ketika KSN
sudah menjadi Perpres maka kewenangan Pemerintah Pusat akan masuk baik dalam
hal pengelolaan dan pembiayaanya. Hanya tinggal berbagi kewenangan saja
nantinya dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten yang terkait didalam
pengelolaan kawasan tersebut. Apalagi jika sudah dibentuknya Badan Kerjasama
Antar Daerah (BKAD) oleh Pemprov Riau, akan semakin memperkuat daerah-daerah
tersebut untuk bersama-sama mewujudkan PEKANSIKAWAN. Pertanyaan besarnya
sekarang adalah sebesar apakah pengaruh KSN PEKANSIKAWAN ditingkat nasional
nantinya, sehingga perhatian pusat yang kita harapkan melalui APBN-nya bisa
membantu?, bagaimana pula strategi Pemprov Riau untuk menggiringnya sampai
menjadi Perpres?, Sementara itu daftar antri KSN baru yang sudah lebih dahulu
hadir di meja Kementerian milik provinsi-provinsi lainnya di Indonesia juga
sudah banyak. Belum lagi KSN yang sudah masuk kedalam RTRWN, bagaimanakah
tindak lanjutnya?, Begitu besarkah peran dan bantuan pusat pada KSN yang sudah
ada?..
Paling
tidak untuk saat ini didalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) terdapat 7 (tujuh) kawasan
metropolitan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat:
1. Kawasan
Perkotaan Medan-Bijau-Deli Serdang-Karo (MEBIDANGRO).
2. Kawasan
Perkotaan DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Cianjur (JABODETABEKPUNJUR)
3. Kawasan
Perkotaan Cekungan Bandung (Kota Bandung, Kota Cimahi, kabupaten Bandung,
Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Sumedang)
4. Kendal,
Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, Dan Purwodadi (KEDUNGSEPUR).
5. Kawasan
Perkotaan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan
(GERBANGKERTOSUSILA).
6. Kawasan
Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (SARBAGITA).
7. Kawasan
Perkotaan Makassar, Sungguminasa (Gowa), Maros, dan Takalar (MAMMINASATA).
Sementara
itu didalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun
2015-2019 yang terakomodir didalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 saja sudah menetapkan 5 (lima) kawasan perkotaan
metropolitan baru dari masing-masing provinsi yang ada di Indonesia yaitu:
1. Metropolitan Baru Padang-Pariaman-Lubuk Alung
(PALAPA) miliknya Pemprov Sumbar
2. Metropolitan Baru Patungraya Agung
3. Metropolitan Baru Banjarmasin, Banjarbaru,
Baritokuala (BANJARBAKULA)
4. Metropolitan Baru Bitung-Minahasa-Manado
(BIMINDO)
5. Metropolitan Baru Mataram Raya
Menerjemahkan
mimpi besar
Mewujudkan Kawasan Perkotaan /Metropolitan PEKANSIKAWAN menjadi
KSN sudah tentu adalah tujuan utama Pemerintah Provinsi Riau. jika kita adopsi
dari penjabaran defenisi KSN diatas maka barang tentu disatu sisi ini merupakan
sebuah langkah tepat yang diambil pemerintah untuk memasukkan Kawasan Perkotaan
/Metropolitan PEKANSIKAWAN menjadi Kawasan Strategis Nasional yang memiliki pengaruh
sangat penting secara nasional terutama dari aspek ekonomi-nya. Namun kita
perlu bertanya kembali seberapa pentingkah posisi KSN PEKANSIKAWAN nantinya
dilevel nasional terutama dari aspek ekonominya?..
Kita harus
menyadari bagaimanapun dinamika politik ditingkat pusat turut mempengaruhi maju
atau tidaknya KSN pada suatu provinsi. Mengingat arah kebijakan perencanaan
pembangunan ada ditangan pemerintah pusat. Sang kepala negara tentunya juga
memiliki program-program kerja tersendiri yang diterjemahkan lewat
menteri-menterinya. Seperti yang terkenal saat ini di pemerintahan Pak Jokowi
dan JK melalui NAWACITA-nya ( 9 agenda prioritas) salah satu point yang lagi
menjadi fokus pembangunan pemerintah pusat adalah mengusung konsep membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan. Sudah terbayang oleh kita arah kebijakan pembangunan
pemerintah kita saat ini. wajar saja pembangunan sedang gencar-gencarnya
menyasar pada kawasan Timur Indonesia.
Kita sadar
Kota Pekanbaru memiliki kecenderungan dominan aktivitas disektor perdagangan
dan jasa. Hal ini tentunya sudah sejalan guna mendukung mewujudkan visi dan
misi Pemerintah Provinsi Riau yang tertuang didalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJMD) Provinsi Riau 2020 yaitu, “Terwujudnya Provinsi Riau Sebagai
Pusat Perekonomian dan Kebudayaan Melayu Dalam Lingkungan Masyarakat yang
Agamis, Sejahtera Lahir dan Batin di Asia Tenggara Tahun 2020”. Terlebih lagi
jika mimpi kita didalam RPJMD bisa dicantolkan lagi menjadi bagian dari
kepentingan nasional, tentunya akan lebih besar lagi pengaruhnya dan manfaatnya
bagi Pemprov dan masyarakat Provinsi Riau. Pertanyaan kita sekarang kembali
lagi. sejauh apakah potensi kestrategisan KSN Perkotaan / Metropolitan PEKANSIKAWAN
dimata pemerintah pusat??..
Masih
butuh waktu panjang
Tahapan
dalam proses untuk mewujudkan KSN tersebut tentunya masih sangat panjang paling tidak saat ini saja
Pemerintah Provinsi Riau harus membuat dokumen kajian Pengembangan Kawasan
PEKANSIKAWAN yang umumnya akan dilengkapi dengan Draft Rancangan Peraturan
Presiden (Raperpres) sebagai usulan di tingkat Kementerian. Selain itu RTRWN
ditingkat nasional baru saja selesai direvisi dengan sudah diterbitkannya PP
No. 13 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Artinya Pemerintah
Provinsi Riau harus menunggu 5 (lima) tahun lagi untuk bisa memasukan KSN
Pekansikawan kedalam RTRWN. Mengingat jangka waktu setiap produk rencana tata
ruang seperti RTRWN, RTRWP,RTRW Kab/Kota sebagaimana yang diatur didalam UU No.
26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, pada pasal 26 ayat 5 ditinjau 1 (satu)
kali dalam 5 (lima) tahun.
Sementara
itu, koreksi dan pembahasan ditingkat lembaga mau pun Kementerian terkait
terhadap materi teknis dan draft Raperpres kawasan KSN perkotaan / Metropolitan
PEKANSIKAWAN juga akan memakan waktu yang panjang ditambah lagi dengan situasi
tak kunjung adanya PERDA RTRW Provinsi Riau mau pun RTRW Kabupaten/kota di Provinsi
Riau sebagai legalitas pemerintah daerah mau pun pusat didalam melakukan
berbagai kebijakan penataan ruang, tentunya akan menyisahkan masalah tersendiri
nantinya.
Mengingat
ketika kita berbicara mengenai penetapan deleniasi kawasan yang akan masuk
kedalam PEKANSIKAWAN maka kita juga akan berbicara batas adminitrasi kawasan
dan akan berbicara juga batas fisik, serta batas fungsi kawasan. Oleh sebab itu
aspek legalitas peruntukan pemanfaatan ruang sangat kita harapakan terlebih
dahulu hadir melalui adanya Perda RTRW.
Mimpi
besar pemerintah Provinsi Riau kedepan sejatinya ingin menjadikan Kawasan
perkotaan /Metropolitan PEKANSIKAWAN sebagai salah satu kawasan yang menjadi
kepentingan nasional yang nantinya hal tersebut akan diakomodir kedalam Peraturan
Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Dengan demikian artinya
PEKANSIKAWAN kedepan akan memiliki peluang besar untuk terus dikelola
dikarenakan adanya wewenang Pemerintah pusat terhadap PEKANSIKAWAN, mengingat
peran dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam membantu melalui pembiayaan
yang bersumber dari sektor ABPN juga akan melekat nantinya ketika sudah menjadi
Perpres.
Melihat
kondisi dan situasi seperti saat ini, kita rasa mewujudkan mimpi besar untuk menjadikan
PEKANSIKAWAN sebagai KSN Perkotaan/Metropolitan PEKANSIKAWAN akan benar-benar
sangat menantang dan membutuhkan keseriusan dalam jangka panjang. Sehingga kita
rasa diperlukannya strategi dan pendekatan tersendiri didalam mewujudkannya.
Peran dan kerjasama seluruh stakeholder tentunya akan sangat berperan penting
dalam membantu mewujudkannya