Pohon juga mahkluk hidup, mungkin itu yang perlu
ditegaskan kembali pada diri kita sebagai warga penghuni kota. Barang kali kita
khilaf baik disengaja mau pun tidak disengaja. Hingga kita tega menciderai dan memperlakukannya
semena-mena.
Gambar: Bentuk ketidak pedulian terhadap | pohon kota |
Kondisi hari ini seakan tidak seorang pun yang
memperdulikan keberadaan pohon kota. Hal ini terbukti hingga detik ini juga tidak
seorang pun yang memperdulikan nasib pohon yang perlahan-lahan menunggu proses
kematian saja. jika sepintas lalu saja kita mau mencermati secara seksama apa
sebenarnya yang terjadi mungkin kita akan benar-benar prihatin. Yaitu
pohon-pohon kita yang tertanam pada jalur pejalanan kaki (pedestrian) dan jalur median jalan disepanjang koridor Jalan
Jendral Sudirman tidak jarang dijadikan korban alias tumbal untuk pemasangan
spanduk, pamflet, berner dengan cara di paku, di ikat dengan tali dan kawat
demi memenuhi kepentingan tertentu.
Melihat kondisi pohon-pohon yang bernasib malang
tersebut, memori ingatan saya kembali tertuju kepada kasus penyebab tumbangnya
pohon-pohon yang beberapa waktu lalu terjadi di Kota Jakarta dan mungkin berita
itu masih segar di ingatan para pembaca yang budiman saat ini.
Perubahan cuaca secara ekstrim yang menurut para
ahli merupakan fenomena dari efek Global
Warming alias pemanasan global yang menyebabkan cuaca di Kota Jakarta tidak
menentu. Terkadang hujan turun secara tiba-tiba diiringi dengan hembusan angin
yang begitu kencang kemudian berganti dengan panas.
Dampaknya, pohon-pohon banyak yang sempal atau
mengalami patah dan bahkan ada yang bertumbangan. Kondisi ini tentunya terkesan janggal,
mengingat beberapa jenis pohon yang ditanam umumnya memiliki karakterisitik akar,
batang, dahan yang kuat seperti jenis pohon Trembesi, Angsana.
Tidak ingin dipandang kurang puduli atau tidak
perduli sama sekali akhirnya, Pemerintah Daerah Ibu Kota Jakarta pun
menggandeng Intitut Pertanian Bogor (IPB) sebagai ahli forensik dunia tumbuhan untuk
meneliti lebih lanjut penyebab maraknya pohon-pohon yang terbilang telah
berusia puluhan tahun harus tewas dan meregang nyawa begitu saja. Tentunya, ini
merupakan sebuah kerugian besar sekaligus berita duka bagi kita yang menyadari
akan pentingnya keberadaan tumbuhan yang satu ini. keperihatinan kita semua
tertuju ditengah kian dibutuhkannya pohon yang sejatinya merupakan pahlawan
terdepan dalam menjaga kualitas udara, lingkungan, peredam kebisingan di Kota
Jakarta yang terbilang panas, pengap penuh dengan gas buang kendaraan bermotor
yang berterbangan disana-sini.
Hasil penelitian dari ahli forensik tumbuhan IPB menemukan
hasil yang mengangetkan, bahwa pohon-pohon tersebut cenderung terserang
penyakit. yang disebabkan oleh paku yang tertanam di batang pohon, kawat yang
melilit batang pohon hingga mengganggu pertumbuhan si pohon tersebut. tentunya,
jika ditelusuri siapa dalangnya sudah jelas pastilah yang namanya manusia aktor
dibalik tewasnya pohon-pohon tersebut.
Namun seperti biasanya, dan sudah tidak heran lagi
kebijakan untuk menyelamatkan pohon dari tangan-tangan jahil atau pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab hanya sebatas melarang tanpa adanya hukuman atau
sanksi (Panisment) yang jelas. Hingga
tidak heran hal tersebut acap kali terus terulang kembali tanpa ada yang harus
di takuti.
Lantas pohon tersebut mau mengadu kepada siapa??
Jika tidak ada payung hukum yang melindunginya. Minimal dibutuhkan peraturan
setingkat peraturan walikota dan syukur-syukur alangkah lebih baik lagi adanya peraturan
setingkat peraturan daerah (PERDA) juga turut serta melindunginya.
Pohon itu tidak Murah
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh
seorang dosen arsitek pertamanan, beliau pernah mencoba menghitung berapa
sebenarnya harga sebuah pohon. Dengan menggunakan standar Internastional Shade Tress Estimation
Method (ISTEM). Hasilnya ternyata sungguh mencengangkan kita semua
“ternyata tidak murah!!”
Dalam standar tersebut ditetapkan bahwasannya
untuk setiap inci persegi dari potongan pohon dihargai senilai 40 dolar AS atau
setara dengan 400.000 ribu rupiah jika kita asumsikan 1 dolar nya adalah 10.000
rupiah. Lebih lanjut, jika kita ambil sebatang pohon beringin yang memiliki
diameter 1 meter sebagai contoh dapat diperkirakan harga yang harus dibayar
untuk sebuah pohon beringin tidak kurang dari 32 juta rupiah. (Eko Budiharjo:
“Kota Berwawasan Lingkungan”, 1993)
Itu baru harga dari standar yang berlaku, belum
lagi termasuk estimasi biaya diluar itu, selama pohon tersebut dibeli, ditanam
hingga besar tentunya membutuhkan biaya juga seperti biaya yang diperuntukan
untuk pekerja dinas terkait yang dimandati untuk menyiram, memupuk pohon
tersebut. lalu kita berfikir uang siapakah itu? Tentunya uang kita semua bukan!
Pembaca yang budiman tentunya bisa memperkirakan
sendiri, saat ini terdapat berapa pohon yang terdapat di Koridor Jalan Jendral
Sudirman, Jalan Arifin Ahmad dan beberapa pohon lainnya yang berada di
sepanjang koridor jalan-jalan yang ada di Kota Pekanbaru. Jika kita nilai semua
itu dengan uang, lantas terbayang sudah bukan main uang yang bisa dihasilkan
dari setip pohon tersebut.
Perlu Belajar dari Singapura
Memandang pohon
yang sejatinya merupakan bagian dari mahkluk hidup, sudah sepatutnya kita lakukan sebagai warga kota dengan bersifat ramah terhadap sesama mahkluk hidup. Hidup rukun
berdampingan tanpa ada nya prilaku yang menciderai. Toh, jika kita menyadari
secara jernih banyak manfaat yang sudah diberikan pohon terhadap kita. Pernah kah pohon tersebut meminta imbalan
dari kita terhadap upaya yang dilakukannya Dan sayangnya sampai saat ini kita
tidak menyadarinya. dimulai dari fungsinya sebagai peredam kebisingan,
mengurangi polusi gas buang kendaraan bermotor, menghasilkan oksigen, menekan dan mengurangi terjadinya
peningkatan suhu udara di perkotaan,
komponen estetika hijau perkotaan
nan indah. Semua itu secara
Cuma-Cuma mereka berikan kepada kita. Sudah sepatutnya kita turut menjaganya
bukan memperlakukannya semena-mena.
Kita semua bisa membayangkan apa jadinya jika kota
kita tidak ada pohon??
Hal ini lah yang
dilakukan oleh negara tetangga kita yang menyadari secara penuh akan pentingnya
keberadaan pohon. Hingga pemerintah
singapura begitu antusiasnya
membudidayakan jenis pohon yang sangat terkenal disana yaitu jenis trembesi dan angsana. Hampir setiap sudut tempat dan setiap kegiatan
pembangunan kota seperti gedung tidak luput dengan menyelipkan komponen hijau
seperti rumput dan pohon.
Terlebih mereka
menyadari isu pemanasan global alias global
warming sudah mulai
dirasakan dimana-mana. Mereka
menyadari betul, negara mereka hanyalah negara yang kecil dengan luas yang menyerupai ibu kota kita
yaitu Jakarta yang secara hukum alam sudah dikodratkan
bukanlah daerah yang luas, berbukit-bukit
seperti indonesia namun hanya sebuah daratan
yang di kelilingi oleh lautan. Sehingga jika terjadi pencairan glasir
dan gunung es di antartika akibat pemanasan global, imbasnya secara tidak
langsung mengakibatkan terjadinya peningkatan air permukaan laut. Dan bisa
dipastikan negara mereka tidak luput menjadi korban dari efek peningkatan air
permukaan laut yang setiap saat mengancam dan menenggelamkan negara mereka.
Konsep pembangunan negara singapura yang
berkelanjutan (sustainable development) terbilang
sukses, segala bentuk aktivitas yang mereka lakukan direncanakan dan diperhitungkan
dengan baik bagaimana mengarahkan pembangunan menuju ke arah yang ramah
lingkungan dengan tetap berpedoman kepada lingkungan yang bernuansa vegetasi melalui
upaya pelestarian pohon-pohon kota.
Hingga wajar saja singapuran belakangan terkenal
dengan negara yang tidak hanya indah namun negara yang syarat dengan
kecanggihan teknologi dan memanjakan para penghuninnya. Kejelian mereka memadukan
konsep kota yang ecopolis (kota
ekologis), teknopolis (kota
teknologi), humanopolis (kota yang
memanusiawikan manusia) terlihat berhasil.
Bahkan di negara Jepang, karena begitu tingginya
tingkat kepedulian dan kecintaan mereka terhadap pohon kota pemerintah dan
masyarakatnya. Ketika memasuki musim dingin mereka rela bersama-sama
menyelimuti pohon-pohon tersebut secara bersama-sama, alasannya agar tidak
mati.
Sudah semestinya kita bisa belajar dan memetik
pelajaran dari negara-negara tersebut terutama dalam hal kepedulian terhadap
pohon kota yang merupakan komponen penting dalam sebuah kota. Oleh sebab itu,
belum ada kata terlambat untuk kita semua bersama-sama mulai menjaga
pohon-pohon kota kita yang sejatinya adalah milik kita bersama sudah seharusnya
kita jaga, pelihara secara bersama-sama demi mewujudkan Kota Pekanbaru yang
sejuk sehingga membuat nyaman para
penghuni kotanya, seperti visi revolusioner milik pak wali mewujudkan Kota
Pekanbaru Metropolis dan madani.