OPINI:
Sebagai pedoman yang berfungsi didalam
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi, RTRW Provinsi merupakan
acuan/petunjuk pengembangan kabupaten dan Kota Madya dan merupakan suatu alat
untuk menkoordinasikan wilayah - wilayah
tingkat II dibawahnya (kamus Tata Ruang).
Mungkin sudah menjadi rahasia umum terutama pada kalangan
pemerintah, ahli akademisi, praktisi serta mahasiswa kususnya mahasiswa
Perencanaan Wilayah dan Kota Pekanbaru
yang dalam kesehariannnya bersinggungan langsung maupun tidak langsung didalam
penyusunan, pemantauan perkembangan RTRW Propinsi Riau.
Melihat kondisi RTRW Propinsi Riau yang tidak kunjung selesai seakan menciptakan kerisauan
tersendiri ditengah masyarakat terutama bagi para pelaku investor asing. Kendati
harus terus menunggu sampai kapan akan
di legalisasikannya RTRW Propinsi Riau oleh pemerintah pusat.
Kondisi terakhir RTRW Propinsi Riau disebuah media
televisi lokal beberapa hari yang lalu memberitakan bahwasannya, perkembangan RTRW
Propinsi Riau mengalami kemandekan dalam proses pembahasan dengan Tim terpadu
dipusat dan muncul beberapa masalah baru lagi mengenai tapal batas Propinsi
Riau dengan Propinsi tetangga yang akhir-akhir ini santer terdengar. Hal ini
yang disampaikan oleh kementrian kehutanan Zulkifli Hasan disela kunjungannya
ke Kota Pekanbaru.
Lantas apa kah sebenarnya yang terjadi?? Tentunya hal ini
sangat disayangkan sekali jika prosesnya
mengalami kemandekan alias berhenti. mengingat didalam proses penyusunan RTRW
membutuhkan banyak prosedur-prosedur yang harus dipenuhi oleh Pemerintah
Propinsi yang bersangkutan sehingga dapat dipastikan akan membutuhkan rentang
waktu yang panjang dalam penyusunanya hingga sampai menjadi Perda.
Melihat lingkup permasalahan RTRW Riau yang masih
mendasar saat ini yaitu masih rumit dan alotnya pembahasan dengan Tim terpadu
untuk menjustifikasi sebuah keterlanjuran yang terjadi dilapangan mengenai
perubahan Tata Guna Hutan kesepakatan (TGHK) yang pernah dilakukan oleh
pemerintah Propinsi Riau dengan Kementerian Kehutanan sebelumnya yang tertuang
didalam Kepmenhut Nomor 137 Tahun 1986. (Sumber:
Majalah Ruang Ekspresi Perencanaan Wilayah dan Kota UIR)
Mengingat kawasan Propinsi Riau sebelumnya diketahui
adalah kawasan Hutan. Hal itu diatur didalam Kepmenhut Nomor 41 Tahun 1999
tentang kehutanan, Didalam peraturan tersebut kementerian kehutanan sangat
jelas Tupoksinya yaitu mengatur perubahan kawasan hutan adalah menjadi
kewenangan Menteri Kehutanan RI.
Lantas dapat kita renungkan bersama begitu banyaknya
perubahan alih fungsi lahan yang telah terjadi dari tahun 1986 hingga saat ini
di Propinsi Riau, semenjak dibuatnya kesepakatan tersebut. dan berapa banyak
pula bentuk pelanggaran yang telah terjadi di Propinsi Riau dikarenakan tidak
mengikuti prosedural yang diatur oleh Kemenhut dan hal ini tentunya bermuara
kepada sebuah sanksi pidana yang menuntut untuk dijatuhkan bagi setiap para
pelaku pelanggaran alih fungsi guna lahan. Selain itu, dapat dibayangkan juga
begitu banyaknya pihak-pihak yang akan terlibat dan terseret didalamnya jika
memang terindikasi begitu banyak pelanggaran yang terjadi nantinya.
Kondisi RTRW Propinsi Riau beberapa waktu yang lalu, sedang
dalam upaya proses finalisasi penyusunan laporan oleh Tim terpadu kepada
Menteri kehutanan Republik Indonesia.
Laporan terpadu tersebut nantinya diharapkan menjadi
rekomendasi persetujuan perubahan
kawasan hutan di Propinsi Riau kepada Menteri Kehutanan RI.
Tentunya hal tersebut bukan lah sebuah perkara mudah yang
harus dilakukan oleh Pemerintah Propinsi Riau, upaya merasionalkan dalam hal
penyamaan persepsi menjadi persoalan utama. Hal ini terbukti dengan kondisi
Pemerintah Propinsi Riau yang hingga saat ini masih terbentur oleh rumit dan alotnya pembahasan yang dilakukan bersama Tim
terpadu di pusat.
jika dianalisa menggunakan peta penggunaan lahan dapat
terlihat terdapat ribuan garis poligon
yang menunjukan kondisi penggunaan lahan yang ada di Propinsi Riau yang
membutuhkan waktu lama untuk mencermatinya satu persatu.
Disisi lain Tim terpadu juga tidak ingin gegabah secara
langsung memberikan rekomendasi begitu cepat tanpa adanya dasar-dasar data yang
kuat guna mengeluarkan rekomendasi tersebut. Tim terpadu tersebut tidak ingin
dianggap melegalkan alias memutihkan semua bentuk pelanggaran pengalih fungsian
kawasan hutan yang ada di Riau yang telah diatur didalam TGHK.
Kondisi RTRW Propinsi Riau yang demikian tentunya sangat
mengkhawatirkan begitu banyak kepentingan yang terpaut didalamnya.
Kerisauan tersebut tentunya sangat wajar dan mendasar
sebagai masyarakat dan Mahasiswa Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, karena
semua hal tersebut telah diatur didalam undang-undang
nomor 26 Tahun 2007 mengenai Tata Ruang yang dijelaskan BAB VIII tentang Hak,
kewajiban, dan Peran masyarakat dalam penataan ruang seperti hak untuk:
1.
Mengetahui rencana tata ruang
2.
Menikmati
pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang
3.
Memperoleh
penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelakasanaan kegiatan
pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang
4.
Mengajukan
keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang di wilayahnya
5.
Mengajukan
tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunanan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang kepada pejabat yang berwenang dan
6.
Mengajukan
gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan atau pemegang izin apabila
kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan
kerugian
Didalam
undang –undang tersebut juga dijelaskan bahwa dalam pemanfaatan ruang setiap
orang wajib:
1.
Menaati
renana tata ruang yang telah ditetapkan
2.
Memanfaatkan
ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang
3.
Mematuhi
ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan runag
4.
Memberikan
akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum.
serta
turut diperjelas kembali pada Peraturan lainnya yaitu Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1996
tentang pelaksanaan hak dan kewajiban serta bentuk dan tata cara peran serta
masyarakat dalam pemanfaatan ruang.
Artinya, RTRW Propinsi Riau hingga saat ini kondisnya tentunya
masih jauh dari harapan dan belum bisa disahkan menjadi sebuah Perda yang legal
secara Hukum oleh pemerintah pusat. Tentunya
ini merupakan sebuah kerugian tersendiri bagi Propinsi Riau karena:
1.
Menimbulkan
ketidak pastian hukum mengenai investasi
bagi para pelaku investor yang akan datang dan menanamkan modalnya di
Propinsi Riau, Karena dapat dipastikan akan menimbulkan keraguan dari aspek
legalitas terutama mengenai ketersediaan
lahan yang clear dan clean melalui pemanfaatan pola guna
lahan di Riau.
2.
Sifat
pola ruang yang bersifat dinamis terus mengalami perubahan dari waktu kewaktu
yang ditandai dengan kian beralihnya fungsinya kawasan seperti hutan dan
kawasan pertanian menjadi kawasan perkebunan, permukiman dan kawasan lainnya. Seperti
yang menjadi masalah utama RTRW Propinsi Riau diatas. Sehingga menimbulkan
pekerjaan baru lagi dalam hal upaya pere-visian RTRW Riau guna meng-updating
data-data kondisi eksisiting terbaru di Propinsi Riau.
3.
Dan
jika kondisi ini terus berlarut-larut tentunya akan terus membebani mata
anggaran pengeluaran Propinsi Riau, yang digunakan untuk pembiayaan perevisian
RTRW Propinsi Riau.
4. Belum
lagi dengan adanya
perubahan dan/atau penyempurnaan peraturan dan/atau rujukan sistem penataan
ruang yang baru yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat secara
otomatis akan menuntut pemerintah Propinsi Riau untuk melakukan perevisian RTRW
Propinsi Riau kembali agar memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh
pemerintah pusat.
Jika sudah
demikian kondisinya, dorongan semangat terus kita berikan kepada pemerintah
terutama dinas yang terkait yang membidangi tentang penyusunan RTRW Propinsi
Riau. Sudah semestinya seluruh stakeholder
turut serta, bahu mebahu mendukungnya seperti yang telah diatur didalam
Undang-undang penataan ruang serta Peraturan Pemerintah lainnya. bukan justru
mengurung dan mempersulit kinerja dinas yang bersangkutan.
Hal ini
tentunya sangat penting bagi nasib Propinsi Riau kedepan terutama dalam
mendukung visi dan misi propinsi Riau kedepan yaitu “Terwujudnya Provinsi Riau Sebagai Pusat
Perekonomian dan Kebudayaan Melayu Dalam Lingkungan Masyarakat yang Agamis,
Sejahtera Lahir dan Batin di Asia Tenggara Tahun 2020” salah
satu upaya tersebut dengan
menciptakan iklim investasi yang baik dengan didukung oleh kejelasan dan
kelegalitasan lahan yang ada di Propinsi Riau sehingga memberikan kemudahan
tersendiri bagi para calon investor yang beniat akan berinvestasi di Bumi
Melayu ini.
Dengan
begitu akan banyak dampak positif yang diharapkan akan muncul seperti terciptanya
lapangan pekerjaan yang banyak di Propinsi Riau, sehingga akan berperan mengurangi
tingkat pengangguran dan kesejahteraan masyarakat turut meningkat yang ditandai
dengan inkam perkapita masyarakat yang
membaik seperti yang tertuang dalam visi dan misi diatas serta yang tidak kalah
penting yaitu juga akan berdampak kepada pendapatan asli daerah (PAD) Propinsi
Riau nantinya.
,