Laman

Selasa, 22 Januari 2013

STOP HAMA POHON



Tampaknya kita patut resah melihat potret suram nasib pohon-pohon yang ditanam pada jalur kiri-kanan jalan atau di daerah pengawasan jalan (DAWASJA) oleh Pemerintah kita akibat terserang hama, baik ditingkat Kabupaten dan Kota hari ini kondisinya sungguh sangat mengenaskan. Realita dilapangan seakan menunjukan tidak adanya perhatian yang cukup serius dan konkrit terhadap nasib pohon-pohon tersebut melalui dinas-dinas terkait. Yang membiarkan pohon-pohon tersebut menjadi korban penganiayaan oleh oknum tertentu dengan menjadikannya sebagai tempat pemasangan spanduk, baliho, banner, pamflet dengan cara di ikat dengan kawat, tali dan bahkan di paku pada batang pohon.

Kondisi tersebut tentunya sangat berbahaya bagi nasib tumbuh dan berkembangnya si pohon tersebut, terlebih lagi pada batang-batang pohon yang masih terhitung kecil dan belum besar namun sudah dianiaya dan turut menjadi korban egoisme oknum manusia perusak pohon.
Tindakan memasang spanduk, banner, pamflet, baliho  baik yang dilakukan oleh oknum partai politik dan oknum pengusaha yang “kurang dana” tersebut, tanpa disadari mengakibatkan terjadinya kelapukan pada batang pohon tersebut, mengingat paku yang tertanam pada batang pohon tanpa disadari lambat laun akan meninggalkan karat dan menimbulkan infeksi pada jaringan batang pohon dan berujung terjadinya kelapukan pada batang pohon. Tentunya hal ini sangat membahayakan bagi nasib dan kelangsungan hidup dari si pohon tersebut yang hanya menunggu ajalnya saja.
Hasil penelitian beberapa waktu yang lalu oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) yang saat itu ditunjuk oleh Pemerintah DKI untuk mengidentifikasi penyebab maraknya pohon-pohon di Kota Jakarta yang tumbang, sempal (patah), ketika musim hujan disertai angin kencang menerpa Ibu Kota Jakarta. Membenarkan bahwasanya, salah satu temuan penyebab rentannya pohon-pohon tumbang, sempal adalah akibat ulah masyarakat setempat yang memaku batang pohon tersebut.
Melihat tidak adanya perhatian serius yang dilakukan Pemerintah melalui Dinas terkait seakan menimbulkan kesan ditengah masyarakat yang memandang pesimis melihat keberanian dan ketegasan Dinas-dinas terkait dalam mensterilkan batang pohon dari spanduk, banner, pamflet, baliho serta melarang dan memberikan saksi kepada para pelaku tersebut baik ditingkat Kabupaten dan Kota dalam upaya menyelematkan nasib pohon-pohon tersebut.
Hingga terkadang muncul paradigma negatif berupa sindiran yang secara spontan keluar dari masyarakat kepada pemerintah “mereka seperti sengaja ditanam bukan lagi hanya karna alasan ilmiah, namun mereka tampaknya seperti sengaja pula dibiarkan hidup guna dipersiapkan untuk menjadi tempat pemasangan iklan seperti spanduk, banner, pamflet, baliho. Atau bisa jadi karna faktor X yang membuat Walikota dan Bupatinya sengaja tidak berani memberikan instruksi kepada Dinas terkait dan memilih membiarkannya alias tidak berani menginstruksikannya untuk membersihkan karna mengingat sang Bupati dan sang Walikota juga satu perguruan alias satu partai dan tidak dibenarkan untuk saling mengganggu satu perguruan” hehehe,, tapi entahlah cuma tuhan yang tahu.
Kalau lah begitu, alamat lah nasib pohon-pohon tersebut, hendak minta tolong kepada siapa, mengadu mengadu kemana? Selain meminta tolong dan mengadu kepada sang peciptanya yaitu kepada Allah SWT. Melihat hal tersebut, tentunya hal ini membutuhkan kepedulian kita bersama baik masyarakat, Pemerintah dan para pelaku dunia usaha untuk bersama-sama mengulurkan tangan membersihkan hama yang berjenis baru tersebut. Jangan hanya menanam dan terus menanam saja namun perhatian kasih sayang kita terhadap pohon yang juga bagian dari mahkluk hidup juga perlu kita diberikan.

Hama Pohon di Kota Pekanbaru
Untuk Kota Pekanbaru sendiri, kasus hama pohon yang berada disepanjang koridor kiri-kanan jalan yang kurang diperhatikan oleh Pemerintah melalui             Dinas-dina terkait hampir bisa ditemui diseluruh jalan-jalan yang ada di Kota Pekanbaru diantaranya seperti, koridor Jalan Jendral Sudirman, Kaharudin Nassution sampai simpang Kubang Raya, Arifin Ahmad, Soekarno-Hatta, Ahmad Yani, Kartama Raya, Karya I bahkan terdapat juga pamflet yang terpasang pada koridor jalan yang selama ini terkenal indah dan bersih yang selalu menjadi lokasi warga Kota untuk ber-car freeday yaitu jalan Diponogoro pun tak luput menjadi sasarannya.
Perilaku oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan tidak memiliki kemampuan finansial namun tetap memaksakan diri untuk mengenalkan produk, barang, jasa, bahkan yang sedang marak-maraknya yaitu mengenalkan sosok bakal calon Gubernur Riau kepada masyarakat dengan cara dipaku, diikat pada batang-batang pohon tampaknya sudah melanggar rasa welas asih kepada makhluk hidup.

Tentunya cara-cara tersebut sangat kita sesalkan dan patut dipertanyakan, terlebih kepada para oknum bakal calon Gubernur melalui tim suksesnya. Jika dikaji secara secara etika, kepatutan dan norma agama, tentunya tidak lah pantas seorang bakal calon pemimpin yang akan menjadi panutan masyarakat bertindak zolim terhadap lingkungan serta terkesan hanya bersikap acuh tak acuh tanpa memikirkan mudharatnya yang mezolimi sesama mahkluk hidup ciptaan Allah SWT dengan cara di Paku, di ikat.
Selaku masyarakat yang cerdas dan bijak, tentunya pembaca yang budiman haruslah sama-sama mewaspadai dan benar-benar selektif memilih calon pemimpin kita. Yang diharapkan bisa menahkodai Riau menuju Riau yang Madani (minjam Misi Pak Walikota Pekanbaru). Yang mampu menciptakan suasana Propinsi Riau kedepan menjadi Propinsi yang aman, nyaman,  sejuk, indah dan menentramkan para warganya meskipun hutan kita saat ini sudah hampir mendekati ambang  kegundulan serta beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit yang secara langsung mau tidak mau memberikan imbas terjadinya konflik manusia dengan penghuni hutannya.

Hama di Luar Kota Pekanbaru
Selain di Kota Pekanbaru, wabah hama juga merebak  pada jalan-jalan utama di Kecamatan, Kelurahan dan Desa yang ada di luar Kota Pekanbaru, seperti Kecamatan Tualang Perawang Siak.  Saya meyakini kondisi tersebut juga tidak hanya menimpa Kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Siak saja melainkan juga menimpa Kabupaten dan Kota lain yang ada di Propinsi Riau.
Untuk di Kecamatan Tualang Perawang, varian hama jenis baru yang menempel pada batang-batang pohon  dapat di temui  disepanjang koridor jalan Utama Kota Perawang, Jalan Pemda menuju Desa Maredan, jalan menuju Kota Siak yang juga tidak luput menjadi korban keganasan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab baik itu karna ulah prilaku oknum pengusaha maupun prilaku “jual diri” oknum bakal calon Gubernur kita dengan memasang tampangnya masing-masing pada batang-batang pohon dengan cara dipaku.

Persoalan bagaimana para bakal calon Gubernur maupun oknum pengusaha untuk meraih simpatik masyarakat tidaklah menjadi permasalahan oleh siapapun terlebih bagi penulis sendiri. Kita menghormati dan mempersilahkan para bakal calon Gubernur tersebut untuk menggunakan hak berpolitiknya, mengingat negara kita memang menganut sistem demokrasi yang memberikan ruang yang selebar-lebarnya untuk mereka yang ingin menjadi kepala daerah dengan cara berpolitik maupun melalui jalur independen kemudian memperkenalkan diri kepada masyarakat secara demokrasi. Dan itu sah-sah saja.
Namun, melihat potret realita kondisi hari ini ketika pohon-pohon pun turut menjadi korban kebuasan para oknum pemburu kekuasaan, pengusaha. tentunya hal ini tidak lah dapat ditolerir dan dengan tegas kita sepakat menyatakan perang terhadap perbuatan para pelaku tersebut yang saya sebut sebagai “oknum”. jelas-jelas sangat melanggar aturan alias ilegal meskipun hingga hari ini belum ada peraturan yang secara yuridis (tertulis) khusus mengatur tentang larangan memasang spaduk, banner, pamflet dibatang pohon namun secara defacto (pengakuan) dimasyarakat, kita semua sependapat dan sepakat  jika tindakan tersebut tidak dibenarkan dan terkesan kurang menghargai tumbuhan sebagai salah satu ciptaan terhebat milik Allah SWT.
Mengingat secara sadar maupun tidak sadar begitu banyak sumbangsih yang dihasilkan oleh keberadaan pohon tersebut kepada kita. seperti penghasil oksigen (O²), mengurangi gas karbondioksida (Co²) yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor, peredam kebisingan suara kendaraan bermotor, menahan laju air permukaan dan erosi, menjaga kesuburan tanah, lingkungan menjadi nyaman khususnya bagi para pengguna jalan dijalur pedestrian, produsen pangan, komponen hijau nan indah di Perkotaan.
Dan sebaliknya, kita bisa membayangkan dan berfikir jauh kedepan apa jadinya jika lingkungan disekitar kita tidak ada pohon?
Hilangnya keberadaan pohon-pohon yang terhimpun dalam sebuah hutan ditengarai menjadi salah satu penyebab fenomena permasalahan lingkungan secara global seperti global warming, yang ditandai dengan terjadinya perubahan cuaca yang sukar diprediksi, terjadinya peningkatan suhu udara yang ekstrim, mencairya es di kutub utara dan selatan bumi, terjadinya kenaikan air permukaan laut, badai, bencana banjir, seperti yang terjadi di Ibu Kota Negara kita yaitu Jakarta yang salah satunya disebabkan karna beralih fungsinya kawasan hutan di hulu Jakarta yaitu Bogor menjadi hutan beton alias kawasan terbangun.
Jika kita berbicara dampak buruk akibat tidak adanya pohon secara mikro, kita bisa merasakan sendiri bagaimana respon tubuh kita terhadap lingkungan disekitar kita yang membuat kita serasa tidak aman, nyaman, panas, polusi udara disertai zat timbal yang dihasilkan kendaraan bermotor beterbangan dimana-mana dan terhirup oleh manusia dan hal ini tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, belum lagi suara kebisingan kendaraan bermotor disertai klakson kendaraan yang tidak teredam oleh pohon menambah kian stressnya para pengguna jalan.
Selain itu, Jika kita mau berfikir secara matematis berapakah jumlah oksigen yang dihasilkan oleh pohon setiap waktunya dan kemudian kita hirup selama ini? Bandingkan jika harus membeli tabung oksigen  di Rumah Sakit? Tentunya berapakah total uang yang harus kita keluarkan  dari kocek kita untuk menghirup udara bersih melalui tabung oksigen tersebut? tentunya mahal bukan.! Sudah sepatutnya kita banyak-banyak beryukur atas ke-gratisan oksigen yang bersih yang kita hirup selama ini.
Namun dari sekian banyak manfaat dan dampak negatif akibat ketiadaan pohon diatas, tidak lah serta merta menggugah dan menyadarkan kita agar lebih memiliki rasa cinta kepada lingkungan melalui pohon-pohon disekitar kita. Padahal dengan jelas hampir setiap tahunnya Pemerintah Pusat melalui Kementrian Kehutanan beserta Presiden dan jajarannya mengajak seluruh stakeholder untuk bersama-sama melakukan aksi menaman pohon dengan selogan “banyak pohon banyak rezeki”.
Tapi,  disisi lain perilaku yang bersebrangan justru dibiarkan saja tanpa adanya perhatian yang serius sedikit pun di Propinsi kita ini. Terkadang, meskipun peraturan berupa kebijakan telah dibuat se-apik mungkin baik peraturan setingkat Perwako, PERDA yang diharapkan bisa memberikan payung hukum.  Namun pada kenyataanya tidak lah terealisasi dengan baik. Kita harus mengakui secara lapang dada dan berbesar hati bahwa kita memang masih lemah dari sisi sosialisasi, pengawasan, penerapan sanksi yang masih bisa di nego dan pandang “pitie” dalam menegakan peraturan. Padahal menurut saya, kunci kesuksesan suatu penerapan peraturan tidak lah terlepas dari sosialiasi yang komprehensif sampai ketatanan lapisan masyarakat bawah, penerapan (actuanting) dilapangan, Sanksi (punisment) yang tegas dan tidak pandang buluh dan pengawasan (controling)  terhadap kebijakan dilapangan baru akan membuahkan hasil yang cukup nyata dalam mewujudkan kedisiplinan warga kita.

Jika kita ingin menjadi Propinsi, Kabupaten, Kota, bahkan negara yang maju sekalipun kita semua pasti sepakat kunci kedisplinan dalam mengikuti dan menaati peraturan merupakan modal dasar kita, Seperti negara tetangga kita Singapura dan Malaysia yang begitu disiplin dan sangat tegas dalam menjalankan peraturan. Kita bisa mengambil contoh, sehebat apa pun orang Indonesia yang terkenal sebagai pelanggar aturan di negerinya sendiri ketika dihadapkan dalam kondisi masuk kenegara orang lain yang  terkenal tertib, disiplin dan penuh keteraturan mau tidak mau warga kita akan menaatinya. Dengan demikian artinya apa? Tentunya pembaca yang budiman bisa merenungkan sendiri apa yang sebenarnya terjadi di Negara kita ini.

Peluang PAD yang terlewatkan
Jika saja setiap pohon ditanam untuk dipersiapkan secara resmi sebagai tempat untuk memasang spanduk, banner, pamflet, baliho. Tentunya, kita bisa bayangkan berapa besar total pendapatan asli daerah yang kita peroleh selama ini jika setiap para pemasang spanduk, pamflet, baliho, banner secara resmi mengikuti perizinan yang telah diatur oleh Pemerintah melalui Dinas Pendapatan setiap Kabupaten dan Kota. Sebaliknya, berapa besar pula kerugian Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten dan Kota yang selama  ini melewatkan peluang dan kesempatan tersebut?
Seharusnya, ini merupakan peluang besar yang bisa ditangkap dan dikemas dengan baik oleh Pemerintah dengan merangkul pihak-pihak tersebut dengan menyediakan tempat-tempat yang resmi dan diperbolehkan untuk dipasangi spanduk, pamflet, baliho, banner, dengan desain teknis yang diatur sedemikian rupa oleh Dinas terkait dalam rangka menggenjot PAD dan kita bisa bayangkan berapa banyak pendapatan Kabupaten dan Kota jika setiap  para pelaku pemasangan spanduk, banner, pamflet, baliho, mengikuti peraturan dan seharusnya, Pemerintah kita tidak mensia-siakan peluang tersebut.

Menangkal serangan hama
Disisi lain, jika memang spanduk, banner, pamflet, baliho tersebut ilegal (tidak resmi) dan tidak memiliki izin tentulah ini merupakan tanggung  jawab Dinas terkait seperti Dispenda yang berhak menertibkan dan mencari pelakunya guna memberikan efek jera dengan berkoordinasi dengan Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) serta aparat penegak hukum lainnya seperti Polisi.
Selain itu, peran Pemerintah ditingkat Kecamatan, Kelurahan/ Desa  bisa di pertegas sampai  tingkatan yang lebih dekat kepada masyarakat seperti melalui RT dan RW dengan mengeluarkan instruksi atau surat edaran untuk bersama-sama bahu-membahu secara langsung membersihkan ‘Hama-hama baru” yang merusak pohon dan merusak keindahan pemandangan mata pengguna jalan, dengan demikian jika semua sistem bisa berfungsi kita siap dan berdiri pada barisan terdepan  untuk menangkal dan memerangi hama tersebut.
  Rasa kepedulian dan kecintaan kita terhadap lingkungan melalui pohon-pohon disekitar kita         sudah   seharusnya pula kita budayakan sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan dan       juga sebagai     wujud pendidikan edukasi secara langsung kepada anak-anak, calon-calon           generasi           kita      selanjutnya      yang diharapkan memiliki rasa kepedulian yang tinggi       terhadap          lingkungan      disekitarnya bukan justru sebaliknya malah bersifat apatis atau         acuh tak acuh terhadap lingkungan   disekitar kita dan secara tidak langsung kita sudah   memberikan edukasi yang       buruk terhadap generasi - generasi kita selanjutnya.
  Kekhawatiran kita terhadap bencana-bencana yang diprediksi akan menimpa Bumi, Negara,         Propinsi,   Kabupaten dan Kota kita baik bersifat global (mendunia) maupun secara lokal        bisa kita antisipasi sedini mungkin dengan cara-cara yang sebenarnya tidaklah sulit. Dengan        menumbuhkan rasa     kepedulian dan cinta lingkungan melalui pohon-pohon disekitar kita       dan ancaman bencana seperti banjir di Jakarta Insyaallah bukan tidak mungkin bisa kita             hindari terlebih dengan begitu banyaknya program-program Pemerintah yang gencar-         gencarnya melakukan aksi menanam pohon serta didukung dengan Program kerja,Visi dan       Misi yang        dimiliki  setiap kepala daerah baik ditingkat Kabupaten maupun Kota yang   memiliki          pandangan yang baik terhadap lingkungan seperti Misi Pak Wali yang             berazam           menjadikan “Kota Pekanbaru sebagai Kota Metropolitan yang Madani”.

Rabu, 16 Januari 2013

Benahi Transmetro secara Komprehensif




              Sebagai satu-satunya moda transportasi masal yang bergengsi di Kota Pekanbaru, keberadaan transmetro Pekanbaru bisa dikategorikan menjadi barometer wajah transportasi Ibu Kota Propinsi Riau dikancah lokal maupun regional. Mengingat moda transportasi umum yang satu ini memiliki ciri khas yang menunjukan jati diri Kota Pekanbaru dengan sokongan berbagai fasilitas dan layanan yang terhitung cukup elok dibandingkan dengan moda transportasi lainnya seperti bus kota, oplet.
Transmetro Pekanbaru yang resmi diluncurkan sejak 18 juni 2009 lalu, sudah sepatutnya kian hari menunjukan grafik prestasi yang membahagiakan dan melegakan hati serta yang paling penting bisa menurunkan minat warga Kota Pekanbaru untuk tidak serta merta harus bepergian  menggunakan kendaraan pribadi, dengan begitu efek kemacetan berlalulintas di Kota Pekanbaru diharapkan bisa diminimalisir berkat adanya sarana angkutan umum masal (SAUM) tersebut.
Kondisi salah satu Halte Transmetro Kota Pekanbaru yang dikerumuni antrian penumpang 
Bagaimana tidak? Potret carut-marut per-transportasi-an kita yang satu ini, kondisinya menunjukan kesan yang sangat jauh dari harapan kita semua untuk memberikan pelayanan yang bermutu dan berkualitas tinggi dari segi  kelancaran, kemudahan bagi para penggunanya.
Berdasarkan kondisi eksisiting dilapangan, masih banyak ditemukannya berbagai permasalahan-permasalahan yang kompleks dan cukup mendasar yang perlu segera untuk ditangani demi mewujudkan kualitas dan mutu pelayanan yang tinggi diantaranya:
1.  Ketersediaan prasarana berupa jalan yang masih belum sepenuhnya bisa mengakomodir untuk dilalui merupakan permasalahan yang perlu menjadi perhatian serius, jika kita mau sedikit saja meluangkan waktu untuk melihat dan mengamati secara dekat ketika transmetro memasuki koridor jalan Kaharudin Nassution,  kondisi ruas jalan pun seakan menjadi sesak dan sukar untuk dilalui oleh kendaraan lainnya hanya menyisahkan ruas jalan ± 1-2 meter, tidak jarang berujung terjadinya kemacetan lalulintas. Kondisi ini tentunya mengakibatkan dampak seperti jadwal kedatangan dan keberangkatan penumpang lainnya yang sudah membeli tiket menjadi terganggu.
Selain itu, Kondisi ruas jalan yang begitu sesak terkadang juga menimbulkan rasa kecemasan (takut keseruduk dan tersenggol) bagi para pengguna sepeda motor ketika tahu
bus tersebut telah berada dibelakangnya.
2.      Kondisi halte yang memperihatinkan dan terkesan tidak terawat. Dimulai dari kaca halte yang pecah disana-sini akibat perilaku oknum masyarakat yang belum memiliki kesadaran menjaga sarana umum perkotaan secara bersama, terdapatnya coret-coretan pada halte, brosur iklan, koran-koran yang tertempel di kaca-kaca halte, halte yang belum memiiliki standar yang sama alias non permanen yang kondisinya kusam tidak menentu teronggok dipinggir jalan begitu saja, tidak jarang juga ditemui bus transmetro yang menurunkan penumpang diluar halte tak ayal kualitas dan mutu pelayanan transmetro Pekanbaru terksesan lambat laun kualitasnya menyerupai bus kota pun tak ada bedanya. Ditambah lagi tidak adanya fasilitas halte untuk para penyandang cacat, lampu penerangan halte yang tidak jelas kemana perginya. Jangankan lampu, meteran PLN-nya pun sudah lenyap.
3.      Sistem dan mutu pelayanan penumpang yang masih buruk.
Dimulai dari jadwal waktu kedatangan dan keberangkatan bus transmetro yang tidak menentu sehingga menyebabkan enggannya masyarakat memilih moda transportasi ini. Padahal didalam prinsip penyelenggaraan transportasi umum pada dasarnya harus menjamin rasa aman, nyaman, mudah, ekonomis, lancar (tepat waktu), ramah lingkungan (Sadyohutomo, 2009). Dengan begitu akan mendorong minat masyarakat untuk memilih moda transpotasi yang satu ini.
Selain itu, sistem penjualan tiket beberapa waktu belakangan ini yang masih tidak jelas dan sukar ditemui akibat tidak dilanjutkannya lagi kontrak kerja petugas penjual tiket dapat mempengaruhi citra buruknya pelayanan transmetro yang secara tidak langsung sudah terseting difikiran masyarakat yang terlanjur kecewa sehingga berakibat terjadi penurunan minat dan antusias dari masyarakat untuk menggunakan moda transportasi tersebut, sekalipun kondisi didalam bus transmetro begitu aman dan nyaman.
Kondisi demikian jika tidak dilakukan pembenahan secara komprehensif (menyeluruh) serta didukung dengan keseriusan dari penyelenggara sarana angkutan umum masal (SAUM) secara berlanjut, tentunya dapat dipastikan akan berdampak buruk terhadap nasib transmetro kedepannya. Jangan sampai meimbulkan persepsi ditengah masyarakat keberadaan transmetro hanya  terkesan main-main. Mengingat begitu besarnya anggaran dari pusat (APBN) yang digelontorkan untuk pengadaan transmetro tersebut, sudah sepatutnya pula dikelola dengan sebaik-baiknya.
Belum lagi ditambah recana Pak Wali pada tahun 2013 untuk mengaktifkan enam koridor bus transmetro Pekanbaru dengan tambahan 70 unit awak bus dengan menggunakan anggaran sebesar 20 miliar pada tahun 2013 dengan mengalihkan pengelolaan SAUM transmetro Pekanbaru keperusahaan daerah (PD) yang diprediksi akan berkolaborasi dengan pihak konsorsium dan PO.
Jika permasalahan diatas mampu dibenahi melalui sistem dan manajemen yang baik, terlebih dengan kehadiran PD dalam pengelolaan transmetro Pekanbaru kedepan, tentunya harapan besar pemerintah Kota Pekanbaru terhadap moda transportasi yang digadang-gadang mampu merubah kebiasaan pola aktivitas masyarakat Kota Pekanbaru yang selama ini lebih cenderug menggunakan kendaraan pribadi akan menuai sukses. Baik dalam meminimalisir jumlah pengguna kendaraan pribadi dengan mengalihkan minat masyarakat untuk menggunakan moda transportasi umum serta keuntungan lanjutan yang bisa diperoleh dari sisi finansial (PAD).