Laman

Kamis, 08 Juni 2017

Mewujudkan KSN Perkotaan / Metropolitan PEKANSIKAWAN

Mewujudkan KSN Perkotaan / Metropolitan PEKANSIKAWAN





Gagap gempita pemerintah Provinsi Riau beserta seluruh stakeholder terkait yang terlibat dalam semaraknya   International Workshop dipenghujung tahun 2016 lalu tentu masih terekam jelas di ingatan kita semua. Dengan mengusung judul “Integrated Development Plan PEKANSIKAWAN” atau yang lebih dikenal dengan integrasi rencana pembangunan PEKANSIKAWAN sungguh mengesankan kita semua.
Acara tersebut tergolong acara yang cukup mewah dengan menghadirkan berbagai macam narasumber yang berasal dari dalam dan luar negeri seperti narasumber yang berasal dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Kementerian Perhubungan (Kemenhub),  Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW), sementara itu narasumber yang berasal dari luar negeri yaitu, dari UTM Malaysia dan Negara Jepang.
Narasumber dari Kementerian juga turut didaulat untuk meyampaikan peran dan tupoksinya masing-masing dalam rangka memberikan dukungan serta pandangan pemerintah pusat dengan adanya PEKANSIKAWAN nantinya. Sementara itu narasumber yang berasal dari luar negeri menyampaikan pandangan-pandangan beliau yang diperoleh dari kajian-kajian serupa yang ada di negara mereka masing-masing seperti di negara Malaysia yang terkenal dengan Iskandar Development Region (IRDA) dengan menggabungkan Kota Johor Bahru dan sebagian wilayah Pontian, Senai serta Pasir Gudang. Begitu juga narasumber yang berasal dari Jepang yang cenderung mengusung konsep penguatan disektor kemandirian ekonomi dimasing-masing desanya dengan pendekatan one village one product.
Acara tersebut dihadiri oleh berbagai tamu undangan baik lokal mau pun internasional dan dibuka langsung oleh Sekda Provinsi Riau yaitu Bapak Ahmad Hijazi. Tentu semua pihak yang hadir akan dibuat bertanya-tanya apa yang di maksud dengan PEKANSIKAWAN tersebut?, tidak jarang penyederhanaan penjelasan tersebut kerap kali di klaim dengan istilah “Pekanbaru ingin dibuat seperti JABODETABEKPUNJUR” Singkatan Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi dan Cianjur. lantas bagaimana pula bentuk integrasi 3 (tiga) Kabupaten dan 1 (satu) kota tersebut nantinya yang diberi nama PEKANSIKAWAN (Pekanbaru, Siak, Kampar dan Pelalawan)?, serta apa saja dampak positif yang bisa dirasakan jika PEKANSIKAWAN ini terwujud?, Paling tidak itu lah pertanyaan-pertanyaan sederhana yang bersarang difikiran kita saat ini terkait PEKANSIKAWAN.
Dikalangan para akademisi, praktisi ahli perencanaan wilayah dan kota yang ada di Provinsi Riau barang tentu ini akan sangat menarik perhatian mereka. Pembahasan terkait PEKANSIKAWAN acap kali menjadi buah bibir dimana-mana. Sembari bertanya akan dibawa kemanakah Ibukota Provinsi Riau kedepannya yang saat ini memiliki jumlah penduduk mencapai 1.011.467 (satu juta sebelas ribu empat ratus enam puluh tujuh) Jiwa beserta 3 (tiga) Kabupaten tetangganya?. (Sumber: Pekanbaru dalam angka, 2015)

Semua berawal dari sini
Riak-riak terkait PEKANSIKAWAN memang sudah jauh-jauh hari didengung-dengungkan pertama kali oleh Pemko Pekanbaru. Puncaknya pada tanggal 14 desember 2014 lalu yaitu dengan terwujudnya nota kesepakatan kerjasama pembangunan dalam konteks regional antara empat daerah tersebut. Adapun point-point yang disepakati dalam kerjasama pembangunan tersebut seperti: 1. Peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, 2. Percepatan pengembangan daerah perbatasan, 3. Pengelolaan potensi daerah dengan saling menguntungkan demi kepentingan masyarakat. Lebih lanjut berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) No. 100/KERJ/XII/22/2014, disebutkan bahwa objek kerjasama yang disepakati oleh setiap daerah di PEKANSIKAWAN tersebut meliputi: 1. Bidang sosial budaya, 2. Bidang tata ruang dan lingkungan hidup, 3. Bidang sosial ekonomi, 4. Bidang sarana dan prasarana.
Pada dasarnya point-point kerjasama diatas begitu sangat wajar terjadi, mengingat seiring dengan terus meningkatnya jumlah penduduk dan begitu pesatnya perkembangan pembangunan di Kota Pekanbaru tentunya menyisahkan persoalan-persoalan baru yang turut hadir sebagai dampaknya. Persoalan-persolan tersebut terkadang ada yang didalam penyelesaiannya membutuhkan kerjasama antara kota utama dengan daerah disekitarnya (lintas wilayah administrasi).
Perubahan fungsi peruntukan lahan pada kawasan-kawasan disekitar periphery (pinggiran) wilayah administrasi Kota Pekanbaru dengan desa-desa mau pun kelurahan milik kabupaten tetangga yang dulunya hanya berupa kawasan pertanian (sektor agraris) dan perkebunan perlahan-lahan bertransformasi menjadi perumahan dan permukiman penduduk serta aktivitas perdagangan dan jasa ikutan lainnya turut bermunculan sebagai bentuk adanya penjalaran sifat dan fungsi kota sampai ke kawasan luar wilayah Kota Pekanbaru. 
Tingginya harga lahan diperkotaan tidak dapat dihindari sejauh ini, kota-kota besar di Indonesia mengalami fenomena yang serupa. Sementara kemampuan daya beli warga kota mau pun warga pendatang yang bekerja di Kota Pekanbaru tidak secara menyeluruh dalam kondisi taraf ekonomi mempuni yang mampu membeli lahan-lahan diperkotaan yang terbilang kian menggila saja. Hanya mereka-mereka yang ber-uang saja yang bisa melakukannya. Tawaran Perumahan-perumahan dan murahnya harga lahan dikawasan pinggiran menjadi opsi terbaik saat ini. Maka wajar saja kawasan pinggiran-pinggiran kota kita berubah dengan pesatnya menjadi area terbangun (build up area).
Sementara itu berbagai fasilitas pendidikan, kesehatan tempat bekerja, bahkan tempat hiburan penduduk pinggiran cenderung dilakukan ke Kota Pekanbaru. fasilitas-fasilitas milik kabupaten domisili mereka sebenarnya juga ada, Namun umumnya letaknya yang begitu jauh berada di pusat Ibu Kota Kabupaten masing-masing. Maka faktor kedekatan jarak menuju pusat ibu kota provinsi menjadi salah satu alasan mereka memilih lokasi tersebut. Dalam fenomena ini dikenal dengan istilah kemampuan jangkauan pelayanan suatu pusat pelayanan terhadap kawasan disekitarnya.
Menyadari kota sejatinya merupakan pusatnya pelayanan jasa, pemerintahan, pelayanan sosial dan memiliki kegiatan ekonomi  yang lengkap. Wajar saja setiap orang yang tinggal pada kawasan perkotaan mau pun pinggiran kota mengingingkan kedekatan untuk mengakses ke pusat-pusat pelayanan tersebut. tidak heran ketika pagi dan sore hari aktivitas hilir mudik warga pinggiran kota yang berdomisili pada wilayah administrasi milik kabupaten tetangga mulai memadati beberapa koridor-koridor jalan utama sebagai penghubung menuju ke pusat kota seperti Jalan Kaharudin Nassution, Jalan Lintas Pasir Putih, Jalan HR. Soebrantas menuju jalan lintas Pekanbaru – Bangkinang. Dampaknya adalah terjadinya kemacetan berjamaah yang tidak dapat lagi dihindari setiap harinya.
Disisi lain masing-masing potensi milik kabupaten/kota tersebut sejauh ini tampak belum benar-benar tereksplor secara maksimal. Salah satu penyebabnya adalah belum adanya dukungan moda transportasi wisata khusus yang digagas pemerintah kabupaten/kota dalam bentuk paket-paket perjalanan wisata yang  dikemas dalam bentuk kerjasama antar daerah dengan dukungan masing-masing pemerintah sehingga dirasa persoalan ini menjadi salah satu kendala didalam menarik wisatawan lokal mau pun wisatawan luar negeri menuju masing-masing destinasi wisata yang terdapat di empat kabupaten/kota tersebut. Peran kolaborasi antar pemerintah Provinsi, Kabupaten dan kota sangat diperlukan didalam menangani persoalan ini salah satunya adalah disektor transportasi.

Sekilas Jakarta dan kota kita seperti apa?
Membandingkan antara Kota Jakarta dan Kota Pekanbaru mungkin terkesan terlalu dini. Dari segi jumlah penduduk saja tentu sudah sangat jauh berbeda yaitu, hampir 10 kali lipatnya dari jumlah penduduk Kota Pekanbaru. Namun indikasi gejala Kota Pekanbaru menuju seperti Kota Jakarta perlahan-lahan mulai kita rasakan. apa bedanya Jakarta dengan Kota-kota satelit dibelakangnya. Setiap pagi hari penduduk-penduduk dibelakang ibu kota berbondong-bondong menuju pusat Ibu kota dengan tujuan berbeda-beda. Ada yang  bepergian untuk bekerja, sekolah, kuliah dan lain sebagainya. sementara itu disore harinya juga sama mereka berbondong-bondong untuk kembali ke daerahnya masing-masing. Dalam konteks seperti ini peran pemerintah hadir dengan mengusung berbagai macam konsep pengembangan kota dengan pendekatan kerjasama antar wilayah dengan daerah-daerah disekitarnya dalam rangka memberikan pelayanan semata-mata untuk kepentingan publik guna mendukung aktivitas pergerakan orang tersebut melalui penyediaan sarana dan prasarana transportasi masal misalnya.
Hadirnya transmetro Pekanbaru yang membuka trayek menuju kebeberapa kawasan di daerah tetangga, kita rasa sudah menunjukan adanya permintaan dan kebutuhan akan moda transportasi umum untuk menunjang aktivitas pergerakan warga-warga di daerah pinggiran tersebut untuk menuju kota mau pun sebaliknya. Sebut saja rute moda transmetro yang menuju ke Pasir Putih, Perumahan Pandau Permai, dan beberapa kawasan perbatasan Pekanbaru – Kampar  lainnya. Dan kedepan tidak menutup kemungkinan terbukanya trayek-trayek transmetro Pekanbaru lainnya menuju Ke Kecamatan Minas Kab. Siak dan Ke Kecamatan Bandar Sei Kijang Kab. Pelalawan lainnya.

KSN perkotaan /Metropolitan PEKANSIKAWAN
Gayung bersambut sepertinya ungkapan yang tepat menggambarkan kondisi saat ini. konsep PEKANSIKAWAN tampaknya benar-benar menarik perhatian pucuk  tertinggi pemerintah Provinsi Riau. Benar saja, harapan yang begitu besar terhadap PEKANSIKAWAN bisa kita rasakan atmosfirnya kala itu dalam acara International workshop “Integrated Development Plan PEKANSIKAWAN” yang ditaja oleh Pemerintah Provinsi Riau saat itu melalui Dinas terkait.  Konsep PEKANSIKAWAN dirasa memiliki peluang yang lebih besar lagi kedepannya untuk ditingkatkan menjadi bagian dari kepentingan nasional sehingga peluang tersebut bisa direalisasikan dengan menjadikan Pekanbaru, Siak, Kampar dan Pelalawan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) Kawasan Perkotaan / Metropolitan PEKANSIKAWAN.
Namun wewenang untuk mewujudkan hal tersebut tentu  hanya bisa dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Riau. Batasan ini pula lah yang dirasa membatasi wewenang Pemko Pekanbaru selama ini. Oleh sebab itu, harus ada payung utama rencana tata ruang dan aturan yang lebih tinggi lagi dalam membingkai konsep ini. paling tidak adalah dengan memasukan PEKANSIKAWAN menjadi RTR KSN dan di ikat dengan Perpres, dengan demikian secara tidak langsung mau tidak mau didalam proses revisi RTRWN nantinya dikementerian terkait mengenai usulan Pemerintah Provinsi Riau terhadap KSN Perkotaan/ Metropolitan PEKANSIKAWAN diharapkan akan bisa Terakomodir.
Meskipun selama ini kita tahu wewenang penetapan suatu KSN bersifat Top down Planning (perencanaan dari atas kebawah), yaitu melalui Kementerian terkait yang menetapkan dan melakukan kajiannya. Namun Pemerintah Provinsi Riau tampaknya akan melakukan pendekatan yang sedikit berbeda terkesan bersifat Bottom up planning (perencanaan dari bawah ke atas) dengan melakukan pengusulan sendiri ke Pemerintah Pusat.

Apa itu Kawasan Metropolitan dan KSN?..
Kawasan Metropolitan itu sendiri didalam undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang didefenisikan sebagai kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan disekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan system jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa.
Melihat kondisi eksisting hari ini Kota Pekanbaru secara tidak langsung sudah menjadi kawasan perkotaan inti yang juga mengemban fungsi sebagai Ibu kota Provinsi Riau. Dan kondisi ini merupakan salah satu kriteria didalam pengusulan KSN Perkotaan/metropolitan PEKANSIKAWAN ke Pemerintah pusat nantinya. Selain itu dari segi jumlah penduduk, penduduk Kota Pekanbaru saat ini sudah mencapai satu juta jiwa. Dan data jumlah penduduk ini belum termasuk data jumlah penduduk yang akan masuk dalam penetapan deleniasi kawasan metropolitan PEKANSIKAWAN nantinya. Penetapan deleniasi batas fisik kawasan PEKANSIKAWAN tentunya diperoleh dari hasil kajian pengembangan wilayah kawasan PEKANSIKAWAN dengan menggunakan berbagai macam metode dan analisis yang biasanya digunakan oleh para perencana wilayah dan kota (Planner) nantinya.
Ada hal yang menarik dan mungkin akan menjadi tanda tanya oleh pembaca budiman. Dalam uraian diatas saya sempat menyinggung adanya istilah Kawasan Strategis Nasional (KSN). KSN itu sendiri jika mengacu kepada undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang maka KSN adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan Keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan / atau lingkungan termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
Oleh karena itu KSN merupakan bagian dari produk Rencana tata ruang, yang membedakannya dengan produk rencana tata ruang lainnya seperti RTRW adalah tingkat kerincian secara substansi mau pun dari skala peta yang  digunakan. Jika RTRWN, RTRWP, RTRW Kab/kota hanya bersifat umum sedangkan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis cenderung lebih rinci. Kerincian tersebut bisa dilihat dari isi substansi didalam rencana tata ruang (RTR) tersebut. Selain itu penyusunan RTR KSN disusun berdasarkan prioritas dasar serta kepentingan apa yang ada pada suatu kawasan tersebut. Hal ini dijelaskan didalam pasal 14 ayat 3 UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, sehingga perlu dibuatkan sebuah produk rencana tata ruang tersendiri untuk mengemasnya yaitu berupa RTR KSN.
Dasarnya apakah disusun karena menyangkut kepentingan nasional maka disusun lah Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (RTR KSN), jika suatu kawasan dalam suatu provinsi memiliki kawasan strategis yang sangat berpengaruh terhadap kepentingan provinsi maka disusun lah Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi (RTR KSP), begitu juga jika sampai di level kabupaten, maka disebut lah dengan namanya Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/kota (RTR KSK) karena adanya kepentingan kawasan strategis kabupaten/kota pada daerah tersebut.
Sama halnya dengan produk rencana tata ruang wilayah yang selama ini kita kenal. Ada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), ada Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan ada juga Recana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Kota (RTRWK) semua produk rencana tata ruang tersebut disusun berdasarkan hierarki (jenjang) wilayahnya. Mana yang menjadi domain pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Maka masing-masing produk perencanaan tata ruang tersebut agar memiliki legalitas hukum dalam pelaksanaanya harus disahkan berdasarkan hierarkinya pula. Jika RTRWN maka harus disahkan menjadi produk hukum berupa Peraturan Pemerintah tentang RTRWN, jika dilevel provinsi maka produk RTRWP tersebut akan menjadi produk hukum berupa Perda RTRWP yang sedang kita tunggu-tunggu sampai hari ini nasibnya. Demikian juga sampai dilevel kabupaten/kota, nantinya akan menjadi Perda RTRW Kabupaten/kota untuk daerahnya sendiri.

Sekilas jenis-jenis KSN yang ada di Provinsi Riau
Dari defenisi KSN yang saya uraikan diatas. Dapat kita uraikan secara spesifik lagi, bahwa KSN itu sendiri terdiri dari berbagai jenis tergantung dari aspek sudut kepentingannya. Seperti dari sudut kepentingan Kedaulatan Negara yaitu berupa KSN Perbatasan Negara, untuk di Provinsi Riau sendiri terdapat 4 (empat) Kabupaten/kota yang masuk kedalam KSN Perbatasan Negara antara lain Kab. Rokan Hilir, Kota Dumai, Kab. Bengkalis dan Kab. Kep. Meranti mengingat posisi empat kabupaten tersebut berbatasan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura sehingga penanganan tata ruang-nya perlu dilakukan secara tersendiri pula karena menyangkut batas kedaulatan negara Republik Indonesia yang ada di Provinsi Riau dengan negara tetangga. Ibarat rumah, kawasan perbatasan negara merupakan teras terdepan rumah kita dengan si tetangga. Cantik atau tidaknya mencerminkan kepribadian dari si pemiliknya. Selain itu kawasan perbatasan negara merupakan pintu terdepan dari rumah kita, sehingga upaya pengamanan hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang akan mengancam kedaulatan NKRI sangat perlu diperhatikan sekali terutama dari aspek penataan ruangnya. 
Dari aspek sudut kepentingan lingkungan di Provinsi Riau adanya KSN Hutan Lindung Bukit Batabuh dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (HL BB dan TNBT) yang terdapat di Kab. Kampar, Kab. Kuansing dan untuk TNBT terdapat di Kab. Indragiri Hilir dan Kab. Indragiri Hulu serta yang terakhir adalah KSN Hutan Lindung MAHATO yang terdapat di Kab. Rokan Hulu.
Paling tidak saat ini keempat KSN tersebut masih dalam proses pembahasan dan koreksi kembali terutama koreksian terhadap Materi Teknis (matek) KSN tersebut dan Koreksian terhadap draft Raperpres-nya oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dengan melibatkan Dinas PUPR serta Bappeda Provinsi Riau beserta stakeholder terkait lainnya di Provinsi Riau melalui dana dekonsentrasi Kementerian ATR, karena penyusunan keempat RTR KSN diatas digagas langsung pemerintah pusat melalui kementerian terkait dalam hal ini adalah kewenangan Kementerian ATR.
Ketika KSN sudah menjadi Perpres maka kewenangan Pemerintah Pusat akan masuk baik dalam hal pengelolaan dan pembiayaanya. Hanya tinggal berbagi kewenangan saja nantinya dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten yang terkait didalam pengelolaan kawasan tersebut. Apalagi jika sudah dibentuknya Badan Kerjasama Antar Daerah (BKAD) oleh Pemprov Riau, akan semakin memperkuat daerah-daerah tersebut untuk bersama-sama mewujudkan PEKANSIKAWAN. Pertanyaan besarnya sekarang adalah sebesar apakah pengaruh KSN PEKANSIKAWAN ditingkat nasional nantinya, sehingga perhatian pusat yang kita harapkan melalui APBN-nya bisa membantu?, bagaimana pula strategi Pemprov Riau untuk menggiringnya sampai menjadi Perpres?, Sementara itu daftar antri KSN baru yang sudah lebih dahulu hadir di meja Kementerian milik provinsi-provinsi lainnya di Indonesia juga sudah banyak. Belum lagi KSN yang sudah masuk kedalam RTRWN, bagaimanakah tindak lanjutnya?, Begitu besarkah peran dan bantuan pusat pada KSN yang sudah ada?..
Paling tidak untuk saat ini didalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) terdapat 7 (tujuh) kawasan metropolitan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat:
1.  Kawasan Perkotaan Medan-Bijau-Deli Serdang-Karo (MEBIDANGRO).
2.  Kawasan Perkotaan DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Cianjur (JABODETABEKPUNJUR)
3. Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung (Kota Bandung, Kota Cimahi, kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Sumedang)
4.  Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, Dan Purwodadi (KEDUNGSEPUR).
5. Kawasan Perkotaan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan (GERBANGKERTOSUSILA).
6.  Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (SARBAGITA).
7.  Kawasan Perkotaan Makassar, Sungguminasa (Gowa), Maros, dan Takalar (MAMMINASATA).
Sementara itu didalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019 yang terakomodir didalam Peraturan Presiden  Nomor 2 Tahun 2015 saja sudah  menetapkan 5 (lima) kawasan perkotaan metropolitan baru dari masing-masing provinsi yang ada di Indonesia yaitu:
1.  Metropolitan Baru Padang-Pariaman-Lubuk Alung (PALAPA) miliknya Pemprov Sumbar
2.  Metropolitan Baru Patungraya Agung
3.  Metropolitan Baru Banjarmasin, Banjarbaru, Baritokuala (BANJARBAKULA)
4.  Metropolitan Baru Bitung-Minahasa-Manado (BIMINDO)
5.  Metropolitan Baru Mataram Raya

Menerjemahkan mimpi besar
Mewujudkan Kawasan Perkotaan /Metropolitan PEKANSIKAWAN menjadi KSN sudah tentu adalah tujuan utama Pemerintah Provinsi Riau. jika kita adopsi dari penjabaran defenisi KSN diatas maka barang tentu disatu sisi ini merupakan sebuah langkah tepat yang diambil pemerintah untuk memasukkan Kawasan Perkotaan /Metropolitan PEKANSIKAWAN menjadi Kawasan Strategis Nasional yang memiliki pengaruh sangat penting secara nasional terutama dari aspek ekonomi-nya. Namun kita perlu bertanya kembali seberapa pentingkah posisi KSN PEKANSIKAWAN nantinya dilevel nasional terutama dari aspek ekonominya?..
Kita harus menyadari bagaimanapun dinamika politik ditingkat pusat turut mempengaruhi maju atau tidaknya KSN pada suatu provinsi. Mengingat arah kebijakan perencanaan pembangunan ada ditangan pemerintah pusat. Sang kepala negara tentunya juga memiliki program-program kerja tersendiri yang diterjemahkan lewat menteri-menterinya. Seperti yang terkenal saat ini di pemerintahan Pak Jokowi dan JK melalui NAWACITA-nya ( 9 agenda prioritas) salah satu point yang lagi menjadi fokus pembangunan pemerintah pusat adalah mengusung konsep membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Sudah terbayang oleh kita arah kebijakan pembangunan pemerintah kita saat ini. wajar saja pembangunan sedang gencar-gencarnya menyasar pada kawasan Timur Indonesia.
Kita sadar Kota Pekanbaru memiliki kecenderungan dominan aktivitas disektor perdagangan dan jasa. Hal ini tentunya sudah sejalan guna mendukung mewujudkan visi dan misi Pemerintah Provinsi Riau yang tertuang didalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Provinsi Riau 2020 yaitu, “Terwujudnya Provinsi Riau Sebagai Pusat Perekonomian dan Kebudayaan Melayu Dalam Lingkungan Masyarakat yang Agamis, Sejahtera Lahir dan Batin di Asia Tenggara Tahun 2020”. Terlebih lagi jika mimpi kita didalam RPJMD bisa dicantolkan lagi menjadi bagian dari kepentingan nasional, tentunya akan lebih besar lagi pengaruhnya dan manfaatnya bagi Pemprov dan masyarakat Provinsi Riau. Pertanyaan kita sekarang kembali lagi. sejauh apakah potensi kestrategisan KSN Perkotaan / Metropolitan PEKANSIKAWAN dimata pemerintah pusat??..

Masih butuh waktu panjang
Tahapan dalam proses untuk mewujudkan KSN tersebut tentunya masih  sangat panjang paling tidak saat ini saja Pemerintah Provinsi Riau harus membuat dokumen kajian Pengembangan Kawasan PEKANSIKAWAN yang umumnya akan dilengkapi dengan Draft Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) sebagai usulan di tingkat Kementerian. Selain itu RTRWN ditingkat nasional baru saja selesai direvisi dengan sudah diterbitkannya PP No. 13 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Artinya Pemerintah Provinsi Riau harus menunggu 5 (lima) tahun lagi untuk bisa memasukan KSN Pekansikawan kedalam RTRWN. Mengingat jangka waktu setiap produk rencana tata ruang seperti RTRWN, RTRWP,RTRW Kab/Kota sebagaimana yang diatur didalam UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, pada pasal 26 ayat 5 ditinjau 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Sementara itu, koreksi dan pembahasan ditingkat lembaga mau pun Kementerian terkait terhadap materi teknis dan draft Raperpres kawasan KSN perkotaan / Metropolitan PEKANSIKAWAN juga akan memakan waktu yang panjang ditambah lagi dengan situasi tak kunjung adanya PERDA RTRW Provinsi Riau mau pun RTRW Kabupaten/kota di Provinsi Riau sebagai legalitas pemerintah daerah mau pun pusat didalam melakukan berbagai kebijakan penataan ruang, tentunya akan menyisahkan masalah tersendiri nantinya.
Mengingat ketika kita berbicara mengenai penetapan deleniasi kawasan yang akan masuk kedalam PEKANSIKAWAN maka kita juga akan berbicara batas adminitrasi kawasan dan akan berbicara juga batas fisik, serta batas fungsi kawasan. Oleh sebab itu aspek legalitas peruntukan pemanfaatan ruang sangat kita harapakan terlebih dahulu hadir melalui adanya Perda RTRW.

Mimpi besar pemerintah Provinsi Riau kedepan sejatinya ingin menjadikan Kawasan perkotaan /Metropolitan PEKANSIKAWAN sebagai salah satu kawasan yang menjadi kepentingan nasional yang nantinya hal tersebut akan diakomodir kedalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang  Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Dengan demikian artinya PEKANSIKAWAN kedepan akan memiliki peluang besar untuk terus dikelola dikarenakan adanya wewenang Pemerintah pusat terhadap PEKANSIKAWAN, mengingat peran dan tanggung jawab Pemerintah Pusat dalam membantu melalui pembiayaan yang bersumber dari sektor ABPN juga akan melekat nantinya ketika sudah menjadi Perpres.
Melihat kondisi dan situasi seperti saat ini, kita rasa mewujudkan mimpi besar untuk menjadikan PEKANSIKAWAN sebagai KSN Perkotaan/Metropolitan PEKANSIKAWAN akan benar-benar sangat menantang dan membutuhkan keseriusan dalam jangka panjang. Sehingga kita rasa diperlukannya strategi dan pendekatan tersendiri didalam mewujudkannya. Peran dan kerjasama seluruh stakeholder tentunya akan sangat berperan penting dalam membantu mewujudkannya