Fenomena strategi peng-iklanan yang
berkembang di Kota Pekanbaru belakangan ini semakin hari semakin ngeyel dan
seakan kian merasahkan wajah kota kita.
Seperti seorang bocah yang dilarang, justru semakin ngeyel dan semakin
berfikir mencari cara untuk tetap bisa memenuhi kemauannya.
Seperti itu lah potret pola dan perilaku para pemilik iklan yang kian hari
kian ngeyel alias mbandel. Entah apa yang ada difikiran mereka saat memilih
memasang iklan dengan cara yang demikian.
Mungkin semua orang akan memiliki persepsi yang sama saat melihat iklan
tersebut, salah satunya saya sendiri yang menyangka,
“ini jelas pemilik iklan mungkin
enggan mengeluarkan biaya banyak berupa pajak iklan yang terhitung besar jika
mengikuti prosedur resmi pengiklanan yang seharusnya”
Pola dan strategi peng-iklanan yang mereka lakukan ini, demi menghindari
biaya pajak yang terhitung besar pada proses pengiklanan yang idealnya.
Jika diperhatikan lebih dekat, pola dan strategi yang mereka lakukan secara
rasional untuk saat ini memang tidak ada memuat unsur pelanggaran pajak.
Terutama pajak peng-iklanan. Karena sampai saat ini belum ada aturan jelas yang
mengatur secara detil tentang keberadaan iklan dengan model yang demikian.
Yaitu pemilik iklan hanya cukup mengajak kerjasama pemilik bangunan agar
mau tembok bangunannya di cat dan digambar dengan iklan-iklan tertentu,
pastinya dengan deal-deal tertentu juga bukan??!! Heehehee..
Jika diperhatikan lebih jauh lagi, ada banyak keuntungan yang kedua belah
pihak terima jika mau melakukan kerjasama. Disamping si pemilik bangunan yang
bersedia tembok bangunannya dicat dan terkesan indah nantinya. Mereka pun
berfikir “Jadilah dari pada kusam dan usang sama sekali lebih baik dijadikan
ladang multimanfaat, seperti keuntungan dari segi penghasilan dan tembok
bangunan nya menjadi indah” ungkap mereka.
Selalu ada cara untuk lari dari peraturan, mungkin itu pepatah yang sering
kita dengar. Dan ini adalah salah satunya.
Menurut hemat penulis, disini peran fungsi stakeholder dalam meramu
kebijakan harus terus update, alias terus diperbaharui mengikuti perkembangan
serta kondisi saat ini.
Jika dikaji secara makro dan mikro, dari sisi aspek kerugian yang dialami
pemerintah dalam hal perolehan pendapatan pajak iklan terhitung lumayan besar
juga.
Bagaimana tidak, jika kita bandingkan dengan bill board resmi, untuk sebuah bill
board atau papan iklan saja yang berukuran raksasa yang biasa kita lihat
dipersimpangan jalan yang saat ini terpampang tokoh-tokoh Balon Gubri Riau saat
ini saja. Biaya pemasangannya saja udah nyampai berjuta-juta, dengan kurun
waktu lama pemasangan yang ditentukan pula oleh pemilik papan iklan.
Dalam hal ini pihak kedua atau pihak pengelola bill board tersebut.
Lantas bagaimana dengan iklan yang nyeleweng alias keluar dari ketentuan
peraturan pengiklanan??
Dari segi biaya tentunya terhitung tidak terlalu besar, sekalipun besar
hanya diawal saja pastinya. Namun dari segi jangka waktu pemasangan iklan,
keliyatannya dalam hal ini pemilik iklan bisa dikatakan di untungkan. Karena
tidak ada regulasi atau aturan yang mengatur tentang lamanya iklan tersebut
terpasang. Karena sifatnya permanen, dan hanya akan rusak jika cat-nya
terkelupas.
Selain itu, disisi lain jika dipandang dari kacamata wajah kota. Hal ini
tentunya dinilai sangat merusak citra dan estetika keindahan wajah suatu Kota
dan merusak makna dari unsur fungsi dari bangunan itu sendiri.
Sampai-sampai timbul kecemasan, jangan heran jika kedepan setiap bangunan
di kota kita akan berwarna-warni. Bergambarkan iklan-iklan suatu produk.
Jika sudah demikian siapa lagi yang paling berperan dalam mencegahnya?
Lantas bagaimana pula kah solusinya? Tentunya peran dan kebijakan dalam hal
regulasi setingkat PERDA dan PERWAKO seharusnya bisa menjadi tameng ampuh dalam
hal menangkis serangan iklan cerdik tersebut.
Disinilah peran vital kebijakan dalam mengatur hal tersebut, memang sudah
seharusnya kebijakan pemerintah selalu hadir dan turut serta menyesuaikan
dengan kondisi dan perkembangan dinamika saat ini, seperti halnya
peraturan-peraturan lain-nya yang baru muncul. Peraturan tersebut hadir bukan
kah karena adanya tuntutan permintaan? Seperti teori suplay and demand. Harusnya pemerintah jauh lebih cerdik
dong, guna mengantisipasinya.
Begitu juga dengan permasalahan iklan ini, bukankah ini termasuk dalam hal masalah iklan cerdik. Jika
hal ini sudah bisa diatasi dengan kebijakan setingkat PERDA dan PERWAKO saja,
tentunya banyak hal positif yang bisa kita peroleh. Selain kota kita indah dan
tidak compang-camping alias morat-marit seperti baju badut. Karena terkesan
berwarna-warni bangunan-bangunan yang ada didalam kota kita. Dari segi benefit (keuntungan) dalam rangka peningkatan
Kas PAD Kota bisa juga bisa kita harapkan.
Jika kita sedikit saja melirik ke
negara tetangga seperti singapura, hal seperti ini tentunya sudah tidak ada
lagi. Karena kebijakan serta regulasi yang mengatur hal-hal demikian sudah
mereka jalankan jauh-jauh hari.
Jadi, tidak heran kota mereka terasa indah. Tidak hanya saja dari segi
estetikanya saja, namun dari segi estetika kantong PAD Kotanya pun terasa
nyaman. (J1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar