Ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Pekanbaru
tampaknya masih jauh dari besaran proporsi yang diamanatkan didalam Undang-undang
Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang.
Besaran proporsi yang diamanatkan pun bukan main-main,
yaitu paling sedikit sebesar 30% dari total luas suatu wilayah/ kota.
Besarannya pun telah diatur pula, yaitu sebesar 20% terdiri dari ruang terbuka
hijau bersifat publik (umum) dan 10% berupa ruang terbuka hijau bersifat privat
(pribadi).
Tentunya, hal ini akan menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi
Pemerintah Kota Pekanbaru yang relatif cukup berat untuk beberapa tahun kedepan,
minimal diperiode pertama ini. Menilik fakta dan kondisi saat ini, berdasarkan
buku sakti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pekanbaru yang sedang dalam
proses revisi alias sedang masuk meja operasi guna diperbaharui data-datanya
agar tidak ketinggalan.
Kota Pekanbaru saat ini memiliki luas wilayah sebesar 63.226
Ha, baru memiliki ketersediaan ruang terbuka hijau sebesar 8.113,49 Ha, yang
terdiri dari RTH yang bersifat publik sebesar 1.790,89 Ha atau sekitar 2,83%. Sementara
itu, ketersediaan ruang terbuka hijau yang bersifat privat atau pribadi baru
tersedia sebesar 6.322,6 Ha. Dengan kondisi demikian, artinya ada sebesar
12.645,2 Ha lahan lagi yang harus disediakan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru
guna memenuhi kebutuhan minimal ruang terbuka hijau sebagaimana yang
diamanatkan didalam undang-undang penataan ruang.
Lantas pertanyaannya, kapan kah ketersediaan ruang
terbuka hijau sebesar 12.645,2 Ha itu akan terpenuhi? tentunya, hal ini mengundang
tanda tanya besar dibenak kita semua bukan?
Mengingat, begitu banyaknya persoalan yang harus dihadapi
PEMKO dalam rangka menyediakan sisa kebutuhan ruang terbuka hijau saat ini. salah satunya yaitu, persoalan harga ganti rugi lahan
yang berada dikawasan Kota Pekanbaru yang relatif mahal. Dan kondisi ini
tentunya membuat Pemerintah Kota Pekanbaru harus berfikir keras guna
menyediakan quota kebutuhan RTH di Kota Pekanbaru.
Hal ini tentunya sangat beralasan, mengingat masa jabatan
dalam sistem Pemerintahan kita sebagaimana yang telah diatur, hanya berdurasi
selama lima tahun. Sementara itu, kita semua kedepan pastinya juga belum tahu
apakah Pemerintahan yang sekarang akan berlanjut lagi dua periode atau selesai
begitu saja alias digantikan oleh Pak Wali atau Buk Wali yang baru. Kita pun
nggak tahu lah, hanya Tuhan yang tahu.
Kekhwatiran ini tentunya sangat beralasan, mengingat
ketika kepala daerah berhasil memenangkan pemilihan umum menjadi
Bupati/Walikota, tentunya banyak program prioritas yang lebih diutamakan, terlebih
kepada tim-tim sukses atau kepada tim dari partai koalisi yang menuntut janji
sang kepala daerah/walikota ketika telah menjabat.
Sementara itu, meskipun program pembangunan jangka
menengah dan jangka panjang telah diatur baik didalam RTRW maupun didalam program lainnya, tidak
jarang kepala daerah atau walikota terpilih yang baru enggan melanjutkan atau
meneruskan program-program dari kepala daerah terdahulunya, sehingga tidak
jarang beredar wacana yang terbentuk ditengah masyarakat “lain Pemerintahnya lain
pula programnya” masyarakat pun seakan tahu betul dengan sifat pemimpin kita
dan memaklumi hal itu semua.
Alasannya pun beragam pula, mulai dari rasa gengsi
walikota/ kepala daerah untuk melanjutkan program pemerintah terdahulu guna
menghindari kesan dan anggapan dimasyarakat bahwasannya itu adalah program dari
walikota/kepala daerah terdahulunya, terlebih jika program itu berasal dari
lawan politiknya, Hmmm....alamatlahhh pak cik.
Disamping itu juga, kebiasaan walikota/kepala daerah kita
saat ini yang suka memberikan kesan atau kenang-kenangan diakhir masa jabatannya
berupa hasil-hasil pembangunan yang bersifat fisik semasa menjabat juga menjadi
alasannya sampai-sampai ada yang rela juga mewakafkan dirinya sendiri demi
tercapainya harapan dari sang walikota/kepala daerah.
Sehingga terkadang peran para Dinas-dinas dibawah
kepemimpinan walikota/kepala daerah yang baru yang seharusnya memiliki peran
yang cukup diperhitungkan dibidangnya terkadang hanya bisa jadi boneka setingan
sang walikota/kepala daerahnya saja.
“macam-macam saye mutasi, saye non jobkan” sehingga tidak
heran pencapaian program pembangunan di kota-kota kita terkadang tak pernah
bisa mencapai 101%.
Kembali lagi pada masalah utama diatas, disamping
persoalan yang akan menjadi kendala berat PEMKO didalam menyediakan kebutuhan
ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru kedepan. pola sederhana lainnya yang biasa
ditempuh seperti melakukan pembelian lahan, Konsolidasi lahan untuk menyediakan
RTH kedepan bukanlah persoalan gampang, kita semua bisa bayangkan berapa APBD
Kota Pekanbaru yang harus terkuras-kuras untuk mewujudkan ketersediaan ruang
terbuka hijau tersebut ditengah begitu fantastisnya harga lahan di kota kita??
Sempat beberapa waktu lalu Pemerintah Kota Pekanbaru
melontarkan wacana di media surat kabar bahwasannya, kawasan Universitas Riau
nantinya akan dibangun kolam retensi dalam rangka menanggulangi persoalan
klasik berkuahnya Kota Pekanbaru yang
hingga saat ini belum menemukan jalan keluarnya. Selain itu, area disekitar
kawasan kolam retensi tersebut juga akan diplot sebagai ruang terbuka hijau.
Lantas pertanyaannya, prinsip ruang terbuka hijau saat
ini yang berupa kolam retensi dan rencananya juga akan didesain lengkap dengan
taman. Apakah bisa diakses alias dikunjungi setiap waktu oleh masyarakat dari
luar area kampus?? Mengingat lokasi yang akan dijadikan ruang terbuka hijau
tersebut berada dilingkungan kampus, “salah-salah masyarakat nantinya akan diusir
oleh penjaga kampus”, meskipun lahan Universitas Riau merupakan aset Pemerintah
namun pada realitanya sukar juga untuk bisa diakses, terlebih untuk kepentingan
khalayak umum.
Jangan sampai perosalan 30% penyediaan RTH tersebut
membuat pemerintah benar-benar terkesan hanya mengejar quota saja, namun secara
fungsi dan implementasi dilapangan tidak bisa diakses oleh masyarakat umum.
Sehingga fungsi dari RTH khususnya yang bersifat publik
tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya, yang mesinya berperan sebagai area
resapan air dan juga sebagai ruang-ruang yang memberikan akses bagi warga
kotanya untuk melakukan kontak sosial dan berinteraksi antar sesama warganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar