Laman

Kamis, 29 Desember 2011

Dunia konsultan itu keras??

Dunia konsultan itu keras??
pertama-tama saya akan mencoba memperkenalkan diri saya. nama lengkap saya juwanda putra, saya sekarang kuliah disalah satu perguruan tinggi swasta yang ada dikota pekanbaru, Propinsi Riau.
saya mahasiswa jurusan Teknik Perencanaan wilayah dan kota. alhamdulillah sekarang saya sudah berada disemester vii insyaallah kalau tidak ada halangan semester viii nanti saya sudah mengajukan judul TA.
sekian dulu perkenalan dari saya untuk rekan-rekan pembaca sekalian yang saya hormati.
Melihat judul tulisan diatas “Dunia konsultan itu keras ya, mungkin terlalu dini saya berpendapat demikian, toh..lagi pula saya belum pernah sekalipun masuk dan merasakan langsung bagaimana dunia konsultan itu sendiri, namun sedikit cerita sejak smp (sekolah menengah pertama) saya sudah mendengar,mengetahui dan melihat abang kandung saya yang sudah bergerak dibidang proyek. berbekal CV yang ia miliki hingga saat ini alhamdulillah beliau masih bisa bertahan dengan CV nya, meskipun akhir2 ini kondisi proyek sedang sulit ditambah persaingan semakin tidak sehat dan regulasi dari perusahaaan semakin ketat. Saya banyak mendengar cerita dari ibu saya kala sang abang selalu bercerita mengenai situasi kerjaannya. "proyek lagi sepi mak, persaingan semakin gak sehat" curahnya kepada sang ibu berlogat bahasa jawa.
informasi pengalaman mengenai CV itu sendiri saya peroleh tidak sampai disitu saja. Semenjak saya masuk dibangku kuliahpun, istilah proyek sudah sering saya dengar bahkan tidak jarang saya pernah membantu-bantu salah seorang dosen yang turut aktif mengikuti proyek.  namun akhir-akhir ini kian santer saja terdengar dibalik kerasnya dunia konsultan, membuat saya semakin berfikir "apakah benar sejauh itu"   hingga suatu ketika saya turut membantu salah seorang dosen saya, beliau terlalu sibuk dengan jobnya, hingga persoalan seperti proses ketik mengetik pun diberikan kepada saya. Kebetulan saya memang sering membantu beliau seperti melakukan pertemuan dengan pihak dinas Bappeda Kabupaten Pelalawan dalam rangka percepatan penyusunan RTRW (Rencana tata ruang wilayah) Kabupaten, dari kementrian pekerjaan umum pusat dibidang Tata Ruang.
Sebelum melakukan proses pengetikan, saya benar-benar membaca terlebih dahulu apa yang akan saya kerjakan. Saat saya membaca ternyata itu adalah sebuah TOR (Term Of Reference) yang biasanya dalam dunia konsultan disebut juga dengan KAK (Kerangka acuan kerja) atau juga Bastege, yang kurang lebih berisi tentang gambaran umum proyek tersebut.
Saya pun membaca dengan teliti, dimulai dari nama proyek tersebut, siapa penyelenggara proyek tersebut dan siapa saja nama-nama yang terlibat dalam tim ahli pengadaan proyek tersebut.
Singkat cerita, setelah saya selesai mengerjakan tugas saya. Saya langsung mengantarkan hasil kerjaan saya dalam bentuk soft file. Naluri ingin tahu saya pun begitu tinggi, hingga saya mencoba menanyakan kepada beliau. Kira-kira seperti ini “pak, ini jobnya sudah siap saya kerjakan, tim ahlinya banyak ya pak?” saat itu yang terfikir pada benak saya, betapa banyaknya orang-orang yang terlibat didalam penanganan proyek tersebut dari berbagai disiplin ilmu. Namun apa yang keluar dari mulut beliau, menanggapi pertanyaan saya tadi. Saya pun terkejut mendengarnya. Beliau berkata “itu Cuma formalitas aja ju, dalam kenyataannya yang mengerjakannya ya tetap Cuma saya sendiri, makanya saya terlalu sibuk” tuturnya dengan santai.
Saya pun sambil manggut-manggut mendengarkannya. Lanjutn beliau menjelaskan” hal seperti ini sudah biasa ju, sudah tidak heran lagi” Saya pun langsung menanggapinya ”wah..kalau begitu, jika bapak yang mengerjakannya sendiri, bapak banyak dapat bayarannya dong”  tutur saya, sambil becanda. Beliau pun menjawabnya “bayarannya ya.. gitu lah ju.. Cuma 40 persen dari total nilai proyek tersebut, namanya proyek pemerintah. Uang banyak beredara disana-sini, belum untuk kepala dinasnya,orang-orang yang terlibat lainnya. Tapi saya berusaha profesional kok ju, saya mengerjakan apa yang menjadi tanggung jawab saya dan mengambil hak saya saja, sesuai dengan kontrak diawal” tuturnya dengan santai.
Dari cerita singkat saya tadi, sudah terbayang difikiran saya, bahwa dunia konsultan begitu keras,begitu sadis, orang yang memiliki idealisme tinggi pasti tidak terpakai oleh pemerintah. Tidak jarang jika si. konsultan yang membangkang dan tidak mau mengikuti kemauan pemerintah selaku penyelenggara proyek, jangan harap untuk proyek selanjutnya kita akan dipakai lagi, alias di Black list. Intinya seoarang konsultan harus dekat dengan kepala dinas, orang-orang dinas, bahkan terkesan konsultan harus pandai melobi dan menjilat.
Sehingga tidak jarang pada waktu proses pelelangan proyek yang dilakukan pemerintah (oknum), sebeneranya pemerintah tersebut sudah mengantongi nama pemenang lelang proyek tersebut, jadi proses pelalangan proyek tersebut terkesan hanya formalitas. Hingga banyak terkadang para konsultan yang sakit hati kepada pemerintah dan berujung kepada tindakan kriminal hanya dikarenakan terjadinya kecemburuan akibat ketidak adilan yang dilakukan pemerintah.
Kembali lagi kepada cerita saya tadi di awal, dalam fikiran saya bertanya-tanya, “setahu saya yang memegang TOR/ Bastage/ KAK, Biasanya adalah pemerintah bukan??, Namun kok yang memegang  bapak tadi ya??” saya pun semakin tidak mengerti, apa sampai separah ini. Sampai-samapi TOR/Bastege/KAK saja dipegang dan diketik oleh pihak konsultan itu sendiri.
Kalau sudah begini, harapan kita sebagai mahasiswa, masyarakat yang menginginkan terciptanya  proyek pemerintah yang bagus dan berkualitas hanya tinggal harapan saja.
Dimana kita tidak akan bisa menikmati hasil proyek-proyek pemerintah baik dalam bentuk fisik maupu non fisik, jika pada tahap awal saja seperti Proses pelelangan proyek saja sudah tidak benar, bahkan sampai dengan penggunaan tenaga ahli yang disebutkan dalam TOR/Bastege/KAK hanya sekedar formalitas saja. Ujung-ujungnya hanya 1 atau beberapa orang saja yang bekerja. Padahal apa pun yang namanya proyek pasti membutuhkan banyak tim ahli dari berbagai disiplin ilmu, guna mewujudkan hasil proyek yang bagus dan berkulitas, sehingga tidak merugikan masyarakat selaku pengguna. Lihat saja kasus ambruknya jembatan Kukar, yang baru-baru ini terjadi. Saya bisa bilang “pemerintah (oknum) tidak punya nurani sedikit pun, tidak menjunjung kujujuran, keprofesionalan sebagai abdi negara, yang disumpah untuk melayani masyarakat” jika dilakukan penuntutan oleh para korban jembatan kukar, bisa saja dalam hal ini pemerintah (oknum) dan konsultan pelaksana proyek dikenakan dua tindak pelanggaran yaitu, pelanggaran Hukum Pidana dan Perdata.
Namun, terkadang yang menjadi permasalahan pada saat pengadaan proyek oleh pemerintah saja sampai konsultan menang, banyak dinas-dinas terkait ingin kecipratan. Jadi wajar saja pada saat ingin dilakukan proses penegakan hukum baik ditingkat kepolisian sampai kepada tingkat kejaksaanan, pelaku bisa santai.
Jika sudah demikian menurut hemat saya, diperlukannya suatu lemabaga independen yang berasal dari pusat dan ditempatkan diseluruh indonesia baik pada tingkat Propinsi,Kabupaten, Kecamatan bahkan Desa yang khusus untuk memantau berjalannya proses penyelenggaraan proyek. Pada akhirnya ini semua bertujuan guna mewujudkan proses penyelenggaraan dan pengadaan proyek yang bersih,jujur dan adil serta berkualitas demi kesejahteraan hidup masyarakat.
 Sekian terima kasih..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar